Pendakian Gunung Papandayan : Dimana sih puncaknya?

Pemandangan di Perjalanan Gunung Papandayan.

            “Mendaki merupakan proses naiknya seseorang ke permukaan bumi yang memiliki elevasi lebih tinggi dari posisi sebelumnya. Mendaki merupakan proses yang membuat seseorang menjadi lebih saling mengerti satu sama lain dan menekan ego masing-masing untuk sebuah perjalanan yang telah disepakati tujuan sebelumnya untuk kesejahteraan bersama.”

Jarang ya menemukan kalimat serius pada tulisan saya seperti kalimat awal tadi, ya sebagai pembuka aja sih biar elegan. Oke, Pada kesempatan kali ini saya akan menceritakan mengenai pendakian kami ke Gunung Papandayan yang terletak di Garut, Jawa Barat. Rangkaian pendakian ini kami lakukan kurang lebih selama tiga hari tiga malam. Kami berangkat jumat malam lalu sampai lagi di rumah ahad dini hari. Pada kesempatan ini saya bukan hanya menceritakan perjalanan kami kemarin, tetapi saya juga akan mensertakan estimasi biaya yang mungkin bisa dijadikan oleh teman-teman dari Jakarta dan sekitarnya sebagai acuan apabila ingin mendaki ke Gunung Papandayan. Oke, Langsung saja gan!

            Perjalanan telah direncanakan sejak dua pekan sebelum keberangkatan kami. Saya memulai pembicaraan di salah satu grup wasap yang memiliki potensi untuk membalas rencana saya, dan ternyata benar. Saya bertitah secara persuasif untuk mengajak manusia di grup itu untuk mendaki ke Gunung Gede. Respon datang dari seorang senior saya di SMA dulu yang juga adalah guide pendakian pertama saya di tahun 2014 ke Gunung Gede, Bang Ayat. Tidak ada penolakan untuk mendaki, namun Bang Ayat mengubah destinasi rencana saya ke Gunung Papandayan. Yah, saya juga belum pernah kesana jadi tidak masalah untuk mencoba. Akhirnya, tanggal yang di ajukan oleh Bang Ayat yaitu 5-7 Juli 2019, dan saya setuju. Sebenarnya tadinya saya ingin mendaki berdua dengan teman kuliah saya di Semarang ke Gunung Gede, dan destinasi kami kini berubah ke Gunung Papandayan.

            Singkat cerita, lima orang telah sepakat untuk mendaki ke Gunung Papandayan pada tanggal diatas, yaitu saya, wahyudi dan resi yang mana adalah teman kuliah saya di Semarang, lalu Bang Ayat, dan Shafira atau lebih sering kami panggil Icing yang mana teman sekelas saya selama dua tahun di SMA sekaligus “teman” Bang Ayat. Kami sepakat untuk berangkat dari pangkalan primajasa cililitan tanggal 5 Juli.

            Kami berlima berangkat dari pangkalan primajasa cililitan hampir pukul 10 malam, jika melihat dari diambilnya video yang saya buat saat baru berangkat di bus yaitu pukul 21.50 WIB. Estimasi kami, perjalanan sampai di Terminal Guntur yaitu selama 6 jam perjalanan. Namun, rencana hanya rencana, macet total di perjalanan kami tepatnya di cikampek, alhasil kami sampai di Terminal Guntur kurang lebih pukul 8.30 WIB.

            Sampai di Terminal Guntur banyak yang menanyakan tujuan kami, Papandayan atau Cikuray, ya seperti sudah template yang diucapkan kepada pembawa tas carrier saat turun dari bus. Akhirnya, Bang Ayat dengan teknik lobbying-nya berhasil membuat kami membayar dua puluh ribu rupiah untuk naik angkot sampai ke tempat kendaraan selanjutnya, yaitu mobil bak. Setelah sepakat, kami sarapan dahulu dan bebersih secukupnya dan melakukan perjalanan ke tempat selanjutnya. Oh iya, kami kedapatan subuh masih di bus, jadi kami solat di bus dengan tata cara solat di kendaraan. Seorang traveller muslim harus paham bagaimana cara solat di berbagai kondisi. Jadi, agan-agan harus belajar bagaimana cara solat saat di perjalanan, bukan menjadikan perjalanan sebagai ajang untuk tidak solat.

            Oke, selanjutnya kami sampai di pertukaran kendaraan memasuki kawasan Gunung Papandayan sekitar pukul 10.00 WIB. Kami bertukar kendaraan dengan menggunakan mobil bak  dan harganya juga sama yaitu dua puluh ribu. Mulai darisini perjalanan terus menanjak, dan saya menahan betapa pegalnya bokong ini duduk di mobil bak yang … ah sudah, nanti ente rasakan saja sendiri ya gan. Kami sampai di gerbang pembayaran pukul 10.30 WIB, dan baru kali ini saya bayar sebesar ini untuk bisa masuk ke kawasan pendakian. Tidak kaget, karena sudah mencari referensi sebelum mendaki berapa harga tiketnya. Yah, maklum lah kebiasaan mendaki gunung di Jawa Tengah yang tiket masuknya murah bukan main.

            Setelah sampai di pos pendakian, kami melakukan lapor dan ditemani oleh Abah sopir mobil bak untuk lapor di pos 3. Iya, tulisannya pos 3, gak tau dimana pos 1 dan 2 nya. Setelah itu kami duduk-duduk dan makan gorengan, packing ulang pembagian logistik yang merata, lalu pakai pelembab wajah yang membuat wajah saya seperti badut bahkan ditertawakan ibu warung sebelah, kemudian berangkat kira-kira pukul 12.15 WIB.

Gerbang Pendakian Gunung Papandayan.

            Dalam perjalanan ini saya baru merasakan ramainya pendakian. Bukan ramai karena pendaki yang ingin bermalam di tempat camp, tapi banyaknya wisatawan yang hanya main-main untuk naik ke daerah kawah Gunung Papandayan. Disana juga ada ojek yang mengantarkan sampai ke atas hampir tempat kawah yang kalau tidak salah biaya PP-nya itu sepuluh ribu, dan apabila kamu naik dengan abang ojek itu maka turun juga harus sama abang yang sama. Informasi ini saya dapatkan dari bapak ojek yang membawa saya turun saat pulang dari gerbang ke tempat angkot.

            Perjalanan di Papandayan ini saya tidak begitu memerhatikan mana pos-pos nya karena saya fokus ke perjalanan yang selalu disuguhi keindahan alam yang jarang saya dapatkan di pendakian gunung di Jawa Tengah. Perjalanan ditemani pemandangan batu kapur yang hanya terbatas pada bukit tinggi, asap dari kawah yang selalu membumbung tinggi, mba-mba pendaki lain yang … ah jangan dibahas. Mata harus dijaga untuk yang menunggu dirumah, lah emang udah ada? Siapa? Emak? Hahaha.

Foto Keluarga di Perjalanan.
Foto Keluarga di Perjalanan.

            Kami mengambil jalur menuju Gober Hood dan akan camp di Pondok Saladah. Kata Bang Ayat dulu hanya ada jalur ini saat dia terakhir kesini. Namun sekarang sudah ada jalur berupa tangga alami yang menuju langsung ke Hutan Mati yang mana terkenal sebagai tempat foto andalan di Gunung Papandayan. Setelah haha hihi sambil jalan, kami tiba di Gober hood sekitar pukul 15.30 WIB. Kami sempat makan seblak di warung yang ada disana, satu porsi seblak seharga 10 ribu, ya lumayan kok enak anget-anget. Setelah makan-makan disana kami langsung menuju pondok saladah, dan sampai sana kira-kira pukul 16.00WIB.

            Kami mendirikan tenda, solat, dan masak-masak di Pondok Saladah. Logistik kami sangat berlimpah, kami membawa banyak sosis, bakso, dan crab stick untuk dibakar, lalu bawa juga ayam bumbu siap goreng, lalu bawa mie rebus dan mie goreng yang berlimpah, lalu lalu lalu … aduh banyak makanan pokoknya. Ditambah si Icing juga bawa bahan mentah untuk membuat cilok, dan itu terwujud. Kami makan cilok tangan kiri buatan icing disana. Wueeeeenakk gan!

            Sedikit kisah di pondok saladah, kami empat laki-laki melakukan solat magrib duluan, sedangkan Icing menunggu tenda, sambil memasak cilok. Lalu tenda tetangga kami diserang oleh Babi hutan, yang menyebabkan robeknya tenda pendaki tersebut dan babi itu sukses membawa sekantong plastik yang sepertinya adalah makanan pendaki tersebut. Tenda tersebut sangat dekat dengan tanda kami, tepatnya lebih diatas sedikit dari tenda kami. Saat kejadian itu Bang Ayat sudah balik ke tenda dan dia sudah siap tongkat untuk meng-hit babi itu, begitu katanya XD.

            Semakin malam, kami membagi tugas. Ada yang memasak dengan kompor, ada yang menyiapkan api untuk bakaran, ada yang makan sambil melihat yang lain kerja. Kami iri melihat pendaki lain yang sudah memiliki api unggun yang besar, dan mereka berhangat disekitarnya, adapun kami menyalakan api saja susah sambil batuk batuk dan pegal untuk mengipas kayu bakar yang juga sedikit, ditambah arang yang kami bawa juga. Akhirnya, jalan keluar telah terlihat. Ternyata pendaki tetangga kami itu membeli kayu bakar di warung yang ada di Pondok Saladah ini dan bisa disusun oleh bapak penjual kayu bakarnya juga sampai apinya nyala, mantul bukan. Akhirnya kita mengikuti jejak pendaki lain itu dan jadilah api yang menghangatkan sekaligus membakar sosis, bakso, dan crabstick kami. Bakar-bakar di gunung ternyata tidak seasik yang dibayangkan, gak usah lah gaes BBQ-an digunung kalo gak sama jasa guide atau porter, repot deh. Kami bakar-bakar sambil batuk-batuk dan makan ditemani banyaknya bintang di langit. Harus liat! Langitnya itu rame banget bintang gaes!

Akhirnya Api Menyala.
Foto Gaya Sahabat Menatap Bintang. lol.
Milky way dari Pondok Saladah.

            Kami berburu foto sampai jam 23.00 setelah itu baru balik ke tenda untuk tidur dan persiapan menikmati fajar besok di hutan mati. Saat kami sedang foto-foto langit, kami diajak ngobrol oleh salah satu pendaki asal Jakarta juga yang ternyata admin di salah satu akun instagram pendakian, dan kami ngobrol banyak saat itu sebelum pendaki itu pergi untuk balik ke tenda mengurus temannya yang sedang tidak enak badan.

            Pagi pukul 4.15WIB kami bangun, Solat Subuh dan langsung persiapan ke hutan mati. Kami membawa beberapa tusuk makanan yang belum kami bakar semalam untuk kami masak di Hutan Mati. Kami tiba di Hutan Mati kira-kira pukul 5.30, lalu kami menikmati matahari terbit dengan pemandangan kawah papandayan.

Fajar di Hutan Mati.
Wahyudi di Hutan Mati.

            Setelah puas berfoto, kami hendak memasak apa yang kami bawa. Dan ternyata, saya yang lupa membawa kompor. Hebat sekali. Jadi kita makan roti dengan susu kental manis, sebelum akhrinya melanjutkan perjalanan balik ke Pondok Saladah dengan membawa makanan yang harusnya dimasak tapi masih tetap belum dimasak karena gak bawa kompor.

            Kami balik dan masak-masak untuk sarapan, tidak lupa memberi kepada tetangga berupa lauk ayam gorang. Sungguh baik sekali pendaki seperti kami. Ya gimana, kenyang dan masih banyak makanannya. Kapan lagi berbagi ayam goreng di gunung, harus dibagikan kenikmatan ini. Lalu kami berkemas dan siap pulang dari Pondok Saladah sekitar pukul 11.00 WIB

Foto Keluarga di Pondok Saladah Sebelum Pulang.

            Kami pulang lewat jalur yang baru, yang langsung menuju ke Hutan Mati. Kami tidak ke Tegal Alun, tidak juga ke Puncak Papandayan karena waktu kami terbatas dan besok saya harus magang hari pertama masuk. Jadi seperti judulnya, dimana sih puncaknya? Saya juga gak tau dimana. Adapun spot foto bersama edelweiss selain di Tegal Alun yaitu ada juga di sekitar Pondok Saladah. Bisa di eksplor asal aman ya gan.

Foto Keluarga di Hutan Mati Dalam Perjalanan Pulang.

            Mungkin sekian ya gan ceritanya, langsung saja ke detail perjalanan dan biaya perjalanan untuk referensi jika ingin mendaki ke Gunung Papandayan.

Asumsi waktu pendakian :

Hari ke 1

21.00 – 22.00 Menunggu bus Primajasa di pangkalan cililitan

22.00 – 8.30 Perjalanan menuju Terminal Guntur

Hari ke 2

9.00 – 10.00 Perjalanan naik angkot ke pertigaan pergantian mobil bak

10.00 – 10.40 Perjalanan ke Gerbang Pendakian Gunung Papandayan

10.40 – 12.15 Persiapan dan leha-leha di warung

12.15 – 15.30 Perjalanan menuju Goberhoet

15.30 – 16.00 leha-leha dan perjalanan menuju Pondok Saladah

16.00 – 23.00 Mendirikan tenda, masak-masak, dan lainnya sampai tidur

Hari ke 3

23.00 – 4.15 Tidur nyenyak

4.15 – 5.00 Solat dan persiapan menuju sunrise di Hutan Mati

5.00 – 5.30 Perjalanan ke Hutan Mati

5.30 – 7.30 Menikmati keindahan Hutan Mati

7.30 – 8.00 Perjalanan ke Pondok Saladah

8.00 – 11.00 Masak, Makan, Packing, dan Persiapan pulang.

11.00 – 12.30 Perjalanan pulang sambil foto-foto di jalan.

12.30 – 14.00 Perjalanan ke Terminal Guntur

15.00 – 1.00 Perjalanan pulang ke Jakarta

Asumsi biaya pendakian :

Angkutan Online Rumah – pool cililitan PP Rp. 40.000

Primajasa Jkt-Garut Rp. 52.000

Angkot PP Rp. 40.000

Mobil bak/Ojek PP Rp. 50.000

Simaksi Rp. 65.000

Primajasa Garut-Jkt Rp. 60.000

Total biaya transportasi dan simaksi Rp. 307.000

*Biaya logistik dan lainnya silahkan disesuaikan dengan manajemen pendakian masing-masing.

            Mungkin ini informasi yang bisa saya sampaikan ke teman-teman pendaki, kalau memang dekat-dekat ini ingin mendaki ke Gunung Papandayan. Semoga bisa bermanfaat buat teman-teman pendaki, jika ada kekeliruan mohon maaf dan bisa di koreksi. Sampai berjumpa di post lainnya. Wassalamu’alaikum!

Sumber foto :
Dery Rizki Purwanto
Bang Ayat