Ada Apa di Merbabu?

Setelah menyelesaikan 40 hari kerja dalam kegiatan magang wajib dari kampus, saya kembali ke kehidupan nyata sebagai mahasiswa. Salah satu rencana yang telah dituliskan yaitu mendaki Gunung Merbabu dalam waktu awal masuk kuliah. Rencana tersebut muncul karena ada suatu kegiatan Mapala Departemen saya, yaitu Mapala Sherpa Geodesi yang akan mengadakan kegiatan di Gunung Merbabu.

Kita berangkat ke Basecamp Selo Merbabu pada Jumat pertama sekembalinya saya ke Semarang. Rencana awal kami yaitu berangkat setelah shalat ashar, namun karena ada kelas mendadak dari salah satu dosen kami yang baru selesai sekitar pukul lima sore, kami akhirnya memutuskan untuk berangkat setelah shalat isya. Saya berangkat bersama empat teman saya, tiga diantaranya anggota tetap mapala, dan satunya adalah Nada salah satu rekan mendaki ke Semeru tahun lalu. Anggota mapala lainnya sudah terlebih dahulu berangkat untuk persiapan dan sebagainya. Kami tiba di Basecamp Selo sekitar pukul 11 malam, karena mampir di warung makan dulu di tengah perjalanan.

Pada pendakian kali ini saya memiliki target untuk bisa sampai ke puncak, sedangkan mapala memiliki susunan acara sendiri, tidak sampai ke puncak. Saya khawatir, atau tepatnya seperti tidak patut saja jika mendaki hanya berdua dengan Nada, yang satu-satunya rekan saya non-mapala disini. Setelah bersikukuh melobi ketua mapala, Ando, yang juga rekan ke Semeru tahun lalu, akhirnya membolehkan dua orang anggota mapala untuk menemani saya dan Nada untuk melakukan pendakian ke Puncak, yaitu Eleven dan Danang. Mereka diizinkan karena pos kegiatan mereka terletak di pos paling tinggi dalam susunan kegiatan mapala tersebut.

Kami sudah siap mendaki sejak pukul delapan pagi, semua sudah di packing rapi. Namun, basecamp Selo ternyata memiliki prosedur baru dalam pendakian, yaitu pendaftaran online lengkap dengan data seluruh pendaki mulai dari nama sampai nomor handphone. Pendaftaran online harus dilakukan di hari saat memulai pendakian, tidak bisa satu hari sebelumnya, maka itu akan dianggap hangus, begitu yang saya pahami dari peristiwa kemarin. Untuk lebih lanjut bisa dibaca sendiri disini Setelah selesai melakukan prosedur online, mengantri untuk mendapatkan list peralatan dan logistic pendakian, sampai dicek secara detil oleh saver merbabu (bongkar muat packing-an), dan diberikan briefing singkat. Dilakukan pengecekan barang bawaan karena nanti ketika turun, sampah yang kita bawa turun harus sesuai dengan list yang telah dicek petugas. Misalnya, telah dihitung satu tim membawa enam botol air mineral, maka turun juga harus membawa keenamnya, tidak boleh kurang. Adapun jika membawa lebih maka harus melakukan laporan khusus. Jika sampah yang dibawa turun kurang, maka akan dipersilahkan untuk naik kembali mengambil sampah atau dikenakan denda/sanksi yang saya belum tahu berapa/berupa apa.

Gerbang Pendakian Selo, Boyolali

Singkatnya, kami baru bisa mendaki pukul 11.30 siang. Rencana awal kami langsung ke puncak, dengan mendirikan tenda di pos 3 atau sabana 1, untuk sekarang ya bisa menyesuaikan saja karena perjalanannya juga mundur. Kami berempat berjalan langsung dengan target cepat sampai, sedangkan tim mapala lainnya menempati posnya masing-masing dan melakukan kegiatannya. Nyatanya, perjalanan kami berempat terbilang lambat, kami sering berhenti di perjalanan. Singkatnya, sampai di pos 1 hampir pukul 1 siang. Kami shalat dan nyemil di pos 1 sebelum berangkat ke pos 2.

Ada apa di Pos 1.
Nyemil Sehat di Pos 1.

Dari awal pendakian sebenarnya saya sudah merasa ada yang tidak beres pada tubuh saya. Saat menuju pos 1, saya bertukar carrier dengan Danang yang mana hanya beda sedikit beratnya dengan carrier yang saya bawa. Lalu dari pos 1 ini Eleven meminta dengan paksa (hmmmmm) untuk membawakan carier saya, sedangkan saya membawa daypacknya, baru berjalan sebentar dari pos 1, yaaa malu lah masa cewe yang bawa carrier. Akhirnya saya kembali membawa carrier, namun tenda kapasitas 2-3 orang yang saya bawa dibawakan oleh Eleven. Danang dan Nada kuat didepan, sedangkan saya sangat berjalan lambat bersama Eleven (yang sebenarnya juga kuat) di belakang.

Penderitaan kembali muncul saat sampai di Tikungan Macan, trek Merbabu yang sangat kering, debu berterbangan dengan nikmatnya, tiada perjalanan tanpa menutup hidung dan mulut dengan masker. Pendaki yang berpapasan dengan kami juga selalu nampak ‘gembel’ dengan penuh debu di rambut dan wajahnya. Inilah yang namanya kenikmatan menuju pos 2 mulai dari Tikungan Macan.

Tikungan Macan.

Kami sampai di Pos 2 dengan keadaan yang mana saya sudah sangat kelelahan. Kami istirahat cukup lama di pos 2 karena saya yang harus memulihkan tenaga lebih lama. Bukan hanya saya, ternyata Danang juga kurang fit saat itu, dia beberapa kali mengeluhkan sakit kepala entah karena apa. Kurang lebih setengah jam kami berhenti, dan memutuskan untuk naik ke pos 3.

Jarak dari pos 2 ke pos 3 cukup dekat, namun jalur tetap menanjak, bahkan lebih kering dari sebelumnya. Trek pendakian sudah seperti padang pasir, sangat kering. Saya tertinggal di belakang, kali ini saya sendirian. Saya terus berjalan meskipun sangat pelan, karena saya merasa enak jika seperti itu. Saya samasekali tidak berhenti untuk istirahat dalam perjalanan menuju pos 3. Saya menanamkan dalam diri saya “pelan-pelan yang penting jalan terus”. Makna pelan-pelan itu benar-benar sangat pelan. Tapi yang saya rasakan tidak lelah. Akhirnya kami sampai di pos 3 sekitar pukul 15.30. Begitu sampai di pos 3, saya merasa sangat senang karena merasa bahwa saya masih mampu sampai sejauh ini.

Sampai Pos 3, Menghadap Jalur Turun ke Pos 2.

Kami duduk disini, menengok ke kiri dimana tanjakan yang lebih gila lagi menuju pos 4 atau sabana 1. Menengok ke kanan yang merupakan tanjakan sebuah bukit dengan latar langit. Karena tidak sabar, akhirnya saya segera bangkit, membawa kamera, dan naik ke bukit tersebut. Katanya, darisana nampak gagahnya Gunung Merapi. Ya, benar.

Sudah tidak ada lagi pikiran untuk naik ke puncak. Saya lelah.

Merapi yang Masih Tertutup Awan.

Tidak lama setelah kami sampai, Ando dan satu anggota mapala nya juga sampai di pos 3. Kami puas berfoto dengan latar Gunung Merapi. Setelah itu, kami turun bukit dan mengambil jalan lurus menuju ke lembah antara dua bukit, yang diujungnya juga terlihat jelas Gunung Merapi yang semakin gagah di sore hari. Kami disana sambil melihat matahari terbenam, dan setelah shalat kami menuju lembah kembali untuk mendirikan tenda.

Puasin Foto Dulu.
Gunung Merapi, dari Watu Tulis.

Malam hari tiba, disini juga ada dua senior mapala yang sudah bukan pengurus yang hadir untuk memantau kegiatan, yaitu Mas Aldin dan Mba Eka. Kenal? Iya, anak teknik masa gak kenal, apalagi hanya beda satu angkatan diatas saya. Ditambah beberapa pengurus mapala lainnya yang sudah sampai di pos 3. Mas Aldin terus menyemangati supaya saya bisa naik setidaknya ke Sabana 2, katanya disitulah letak keindahan maksimal Gunung Merbabu. Tapi, apa daya, daya sudah seadanya.

Malam telah tiba, kami memasak makan malam. Masakan cukup nikmat, tetapi saya samasekali tidak ada nafsu untuk makan, padahal makan besar terakhir saya sekitar 12 jam lalu. Saya hanya ingin segera tidur. Hampir pukul 9 malam, kami sudah terlelap. Beberapa kali saya dan lainnya juga mungkin, terbangun dari tidur. Ternyata masih jam 10, tidur lagi, bangun ternyata masih jam 11, begitu seringnya terbangun. Malam terasa panjang. Sampai akhirnya pukul setengah 2, saya terbangun dengan rasa mual yang sudah tidak bisa lagi ditahan. Saya tidur di posisi terjauh dari pintu tenda, sedangkan Mas Aldi nada di posisi terdekat dengan pintu. Saya membangunkannya untuk mengambilkan air minum diluar, namun karena sudah tidak tahan lagi, saya meminta untuk diambilkan plastik terlebih dahulu. Takutnya keburu muntah didalam tenda. Akhirnya plastik datang, dan saya memuntahkan hampir seluruh makan malam saya.

Setelah itu, saya pindah tidur di tenda mapala yang ada di sebelah tenda saya. Karena disana lebih hangat, dan saya kembali tidur. Namun, kembali terbangun sekitar pukul 3 pagi, sekarang mules. Saya tahu ini mules angin yang jika ditahan berbahaya, bisa keluar di celana mungkin nanti. Jadi saya bangun, keluar dan mencari spot ternyaman untuk menuntaskannya. Seorang diri di pagi gelap, angin kencang, habis muntah-muntah juga. Ya mau gimana lagi. Akhirnya, ini menjadi momen pertama saya buang air besar di gunung setelah melalang buana ke gunung-gunung sebelumnya. Merbabu Istimewa.

Setelah tuntas, saya membangunkan Eleven, karena yang saya tahu dia yang membawa tisu. Akhirnya dia bangun, memberikan saya tisu dan memasak air panas untuk saya, dan memberikan sleeping bag-nya untuk saya gunakan. Katanya, dia tidak begitu merasa dingin karena tidur dengan menggunakan jas hujan, jadi setelah itu (setelah shalat subuh) saya tidur menggunakan Sleeping bag Eleven. Oiya, karena plastik yang diberikan Mas Aldin bocor, jadi sleeping bag saya kena muntah(sebelum akhirnya dirangkap plastiknya) dan setelah muntah saya tidur di tenda mapala dengan sleeping bag Ando yang digunakan berdua antara saya dengan ando.

Matahari mulai muncul, bagaimana dengan puncak? Sabana 2? Udah lah, tenaganya disimpan saja untuk turun.

Pagi Hari di Watu Tulis.

Merbabu ini istimewa, mengajarkan hal baru untuk saya. Saya yang biasanya memotivasi teman pendakian pada pendakian-pendakian saya sebelumnya, kini saya yang merasakan motivasi tersebut dari teman-teman saya. Saya yang biasanya melayani orang sakit di gunung, sekarang dilayani sebagai orang sakit di gunung. Pertama kalinya, muntah-muntah dan BAB di gunung. Apalagi ya? Ya begitulah, saya masih penasaran dengan Merbabu. Semoga lain waktu bisa kembali dengan keadaan yang lebih baik.

Analisis saya mengenai apa yang terjadi, dimulai dari hari rabu sebelum pendakian. Saya begadang hingga jam 2 pagi untuk sebuah tugas, lalu bangun subuh dan tidak tidur lagi. Lalu saya melakukan donor darah (padahal sudah ada yang mewanti untuk tidak usah donor).

Setelah donor saya bertanya kepada petugas donor, “Mba, kalo abis begadang itu apa gak papa?”

“Maksutnya gak papa mas? Tapi ada 4 jam kan tidurnya?”

“Gak ada mba.”

“Yaudah mas, jangan olahraga dulu setelah ini ya,” perhatian mbaknya.

Setelah jarum dicabut, oleh-oleh saya kantongi, dan saya merasa nyeri di dekat lubang jarum dimasukkan tadi. Memang sedikit lebih lemas setelah donor, saya rasa ini biasa seperti donor sebelumnya. Sore harinya, saya sadar bahwa ada lebam di sekitar tempat jarum dimasukkan itu. Lebamnya cukup besar, baru sekali saya mengalami seperti ini selama donor darah. Lalu malam harinya saya begadang lagi karena tidak bisa tidur, dan malam berikutnya berangkat ke basecamp.

Mungkin ada pengaruhnya, sebaiknya jika kamu ingin melakukan pendakian maka kondisi harus prima dan jangan aneh-aneh deh.

Semoga bisa diambil pelajaran.

Tim Gagal Summit.

Gak Usah Bawa Turun Sampahmu di Gunung Papandayan

Kawah Papandayan dari Hutan Mati.

Setelah menulis berbagai macam detail pendakian yang saya dan teman-teman saya lakukan bulan lalu, sekarang saya akan menunjukan apa saja yang saya dapatkan dengan jumlah uang simaksi yang menurut saya cukup besar. Pendakian kemarin di Gunung Papandayan untuk simaksi dikenakan Rp. 35.000 untuk pengunjung biasa yang tidak camp, sedangkan untuk yang ingin camp dikenakan biaya Rp. 65.000. Saya juga sudah bilang di post sebelumnya bahwa menurut saya ,yang terbiasa melakukan pendakian di Jawa Tengah, ini cukup mahal. Ya misalnya di salah satu gunung di Jawa Tengah itu ada yang diawal pendakian dikenakan biaya Rp. 10.000, lalu ditengah perjalanan ada lagi penarikan uang Rp.5000, lalu ada lagi tiba-tiba penarikan untuk mendirikan tenda di wilayah A(misalnya) Rp.10.000. Total Rp. 25.000 itu sudah termasuk mahal menurut, hmmmm ya menurut saya saja karena masih mahasiswa.

Jadi sebelum mendaki Papandayan kemarin sempat penasaran, kenapa sebesar itu biayanya ya. Jadi disini langsung saja ya saya jelaskan per poin apa saja yang kami dapatkan kemarin, ini dia :

  1. Pemandangan yang Indah

Pemandangan yang indah? Saya rasa semua gunung indah. Tapi, pemandangan ini diberikan langsung sejak awal pendakian. Kamu gak akan bosen sama pemandangan yang diperlihatkan disini. Batuan kapur, kawah, hijau-hijau hutan, semua ada. Jadi, kalo saya sempat berkata ke teman pendakian saya waktu itu kurang lebih seperti ini,

“Selama ini sebenarnya gua mempertanyakan tujuan gua naik gunung. Untuk nyari tenang dan indahnya alam, atau untuk ambisi menaklukan ketinggian? Sebenernya kalo nyari Indahnya aja, kita gak perlu mendaki ke gunung yang tinggi-tinggi.”

Omongan yang berdasar bahwa Gunung Papandayan yang tidak terlalu tinggi, dan saya juga pernah ke Gunung Andong dalam keadaan lumayan sepi (kita tahu bersama seperti apa ramainya Gunung Andong) yang meskipun saat itu banyak tembok kabut, tapi saat kabut terbuka? Nah! Gak perlu naik gunung tinggi untuk dapet view yang mantul(mantap betul).

2. Bersih

Salah satu kelebihan yang jarang dimiliki Gunung di Jawa Tengah, yaitu Bersih. Daritadi membandingkan dengan Gunung Jawa Tengah mulu ya, oke, Gunung Gede juga pas saya kesana 2014 gak bersih kok, tapi ya gak terlalu kotor juga. Sebenernya karena kebanyakan Gunung Jawa Tengah yang saya daki aja jadinya … membandingkan gitu. Ya paham lah. Mungkin salah satu faktor yang membuat Gunung Papandayan bersih karena banyak tersedia tempat sampah permanen (dibuat dengan batu dan semen), jadi pendaki bisa dengan mudah langsung membuang sampah disana. Numpuk? Nggak ko, sampah disana gak numpuk. Pasti ada yang membersihkan dengan rutin dan sampah tidak sampai menumpuk.

3. Toilet

Kalo kamu masih membayangkan bahwa naik gunung lalu kebelet BAB atau BAK harus ke semak-semak, itu menurut saya gak berlaku di Papandayan, jika … jika kamu bisa menahan sebentar sampai ke toilet. Disana setiap pos memiliki toilet sebanyak 4-8 pintu, seinget saya ya. Nilai tambahnya lagi, toiletnya gratis. Disana memang ada kotak ajaib untuk yang mau amal, tapi itu sukarela saja karena disana menurut saya sih sudah dikelola oleh PT. AIL yang mengelola kawasan Gunung Papandayan.

4. Banyak Warung

Untuk warung ini mungkin ada nilai plus dan minusnya. Ada beberapa yang terbantu dengan keberadaan warung di pos, terutama untuk pendaki yang tidak mau berat membawa logistik terlalu banyak. Namun, ada yang juga merasa bahwa warung mengurangi keindahan alam Gunung terkait. Kalau saya lebih condong merasa terbantu karena adanya warung, lagipula itu juga menjadi sumber pencaharian dari warga disana, ditambah untuk harga yaa tidak mahal banget lah masih bisa dikatakan normal. Disamping itu, untuk di Pondok Saladah warung juga menawarkan kayu bakar untuk membuat api unggun dan bahkan bisa meminta tolong penjual kayu bakar untuk menyalakannya juga

5. Fasilitas lain

Saya juga bingung apa saja fasilitasnya, yang saya ingat di Pondok Saladah itu terdapat mushola yang sangat memudahkan pendaki mendirikan shalat, jadi harusnya gak ada alasan malas buat gak solat nih para penghuni Pondok Saladah. Disana juga ada kran untuk air wudhu yang juga bisa diambil untuk masak atau mencuci peralatan masak. Satu lagi, seperti di judul bahwa di Pondok Saladah, saat kamu ingin pulang kamu tidak perlu membawa turun sampahmu. Pendaki diwajibkan melapor ke pos yang ada di Pondok Saladah ketika baru sampai disana dan saat ingin turun, kebetulan saat ingin lapor turun kemarin kami membawa dua kantong trashbag dan langsung diberitahu oleh penjaga pos,

”Sampahnya dibuang disana(menunjuk arah pembuangan sampah) saja mas.” Ya kurang lebih begitulah. Baru pertama kali sampah ditinggal, gak dibawa turun, hehe.

Ditambah lagi kelebihannya untuk tiap pos seingat saya selalu ada saver yang siap siaga apabila terjadi suatu hal yang tidak diinginkan. Termasuk saat kami di Pondok Saladah ada pendaki yang sakit dan tidak kuat berada disana karena terlalu dingin, saat itu juga pukul 1.00 dini hari (info yang kami dapat dari rekan pendaki tersebut), langsung di evakuasi turun ke basecamp.

Kurang lebih itu sih hal yang bisa saya sampaikan dari hasil Rp. 65.000 yang kami bayar untuk simaksi pendakian. Jadi, menurutmu itu worth it gak untuk harga yang sebesar itu? Atau mungkin jika ada yang ingin menambahkan atau diskusi bisa kita mulai di kolom komentar. Salam liburan (kalo libur)!

Pendakian Gunung Papandayan : Dimana sih puncaknya?

Pemandangan di Perjalanan Gunung Papandayan.

            “Mendaki merupakan proses naiknya seseorang ke permukaan bumi yang memiliki elevasi lebih tinggi dari posisi sebelumnya. Mendaki merupakan proses yang membuat seseorang menjadi lebih saling mengerti satu sama lain dan menekan ego masing-masing untuk sebuah perjalanan yang telah disepakati tujuan sebelumnya untuk kesejahteraan bersama.”

Jarang ya menemukan kalimat serius pada tulisan saya seperti kalimat awal tadi, ya sebagai pembuka aja sih biar elegan. Oke, Pada kesempatan kali ini saya akan menceritakan mengenai pendakian kami ke Gunung Papandayan yang terletak di Garut, Jawa Barat. Rangkaian pendakian ini kami lakukan kurang lebih selama tiga hari tiga malam. Kami berangkat jumat malam lalu sampai lagi di rumah ahad dini hari. Pada kesempatan ini saya bukan hanya menceritakan perjalanan kami kemarin, tetapi saya juga akan mensertakan estimasi biaya yang mungkin bisa dijadikan oleh teman-teman dari Jakarta dan sekitarnya sebagai acuan apabila ingin mendaki ke Gunung Papandayan. Oke, Langsung saja gan!

            Perjalanan telah direncanakan sejak dua pekan sebelum keberangkatan kami. Saya memulai pembicaraan di salah satu grup wasap yang memiliki potensi untuk membalas rencana saya, dan ternyata benar. Saya bertitah secara persuasif untuk mengajak manusia di grup itu untuk mendaki ke Gunung Gede. Respon datang dari seorang senior saya di SMA dulu yang juga adalah guide pendakian pertama saya di tahun 2014 ke Gunung Gede, Bang Ayat. Tidak ada penolakan untuk mendaki, namun Bang Ayat mengubah destinasi rencana saya ke Gunung Papandayan. Yah, saya juga belum pernah kesana jadi tidak masalah untuk mencoba. Akhirnya, tanggal yang di ajukan oleh Bang Ayat yaitu 5-7 Juli 2019, dan saya setuju. Sebenarnya tadinya saya ingin mendaki berdua dengan teman kuliah saya di Semarang ke Gunung Gede, dan destinasi kami kini berubah ke Gunung Papandayan.

            Singkat cerita, lima orang telah sepakat untuk mendaki ke Gunung Papandayan pada tanggal diatas, yaitu saya, wahyudi dan resi yang mana adalah teman kuliah saya di Semarang, lalu Bang Ayat, dan Shafira atau lebih sering kami panggil Icing yang mana teman sekelas saya selama dua tahun di SMA sekaligus “teman” Bang Ayat. Kami sepakat untuk berangkat dari pangkalan primajasa cililitan tanggal 5 Juli.

            Kami berlima berangkat dari pangkalan primajasa cililitan hampir pukul 10 malam, jika melihat dari diambilnya video yang saya buat saat baru berangkat di bus yaitu pukul 21.50 WIB. Estimasi kami, perjalanan sampai di Terminal Guntur yaitu selama 6 jam perjalanan. Namun, rencana hanya rencana, macet total di perjalanan kami tepatnya di cikampek, alhasil kami sampai di Terminal Guntur kurang lebih pukul 8.30 WIB.

            Sampai di Terminal Guntur banyak yang menanyakan tujuan kami, Papandayan atau Cikuray, ya seperti sudah template yang diucapkan kepada pembawa tas carrier saat turun dari bus. Akhirnya, Bang Ayat dengan teknik lobbying-nya berhasil membuat kami membayar dua puluh ribu rupiah untuk naik angkot sampai ke tempat kendaraan selanjutnya, yaitu mobil bak. Setelah sepakat, kami sarapan dahulu dan bebersih secukupnya dan melakukan perjalanan ke tempat selanjutnya. Oh iya, kami kedapatan subuh masih di bus, jadi kami solat di bus dengan tata cara solat di kendaraan. Seorang traveller muslim harus paham bagaimana cara solat di berbagai kondisi. Jadi, agan-agan harus belajar bagaimana cara solat saat di perjalanan, bukan menjadikan perjalanan sebagai ajang untuk tidak solat.

            Oke, selanjutnya kami sampai di pertukaran kendaraan memasuki kawasan Gunung Papandayan sekitar pukul 10.00 WIB. Kami bertukar kendaraan dengan menggunakan mobil bak  dan harganya juga sama yaitu dua puluh ribu. Mulai darisini perjalanan terus menanjak, dan saya menahan betapa pegalnya bokong ini duduk di mobil bak yang … ah sudah, nanti ente rasakan saja sendiri ya gan. Kami sampai di gerbang pembayaran pukul 10.30 WIB, dan baru kali ini saya bayar sebesar ini untuk bisa masuk ke kawasan pendakian. Tidak kaget, karena sudah mencari referensi sebelum mendaki berapa harga tiketnya. Yah, maklum lah kebiasaan mendaki gunung di Jawa Tengah yang tiket masuknya murah bukan main.

            Setelah sampai di pos pendakian, kami melakukan lapor dan ditemani oleh Abah sopir mobil bak untuk lapor di pos 3. Iya, tulisannya pos 3, gak tau dimana pos 1 dan 2 nya. Setelah itu kami duduk-duduk dan makan gorengan, packing ulang pembagian logistik yang merata, lalu pakai pelembab wajah yang membuat wajah saya seperti badut bahkan ditertawakan ibu warung sebelah, kemudian berangkat kira-kira pukul 12.15 WIB.

Gerbang Pendakian Gunung Papandayan.

            Dalam perjalanan ini saya baru merasakan ramainya pendakian. Bukan ramai karena pendaki yang ingin bermalam di tempat camp, tapi banyaknya wisatawan yang hanya main-main untuk naik ke daerah kawah Gunung Papandayan. Disana juga ada ojek yang mengantarkan sampai ke atas hampir tempat kawah yang kalau tidak salah biaya PP-nya itu sepuluh ribu, dan apabila kamu naik dengan abang ojek itu maka turun juga harus sama abang yang sama. Informasi ini saya dapatkan dari bapak ojek yang membawa saya turun saat pulang dari gerbang ke tempat angkot.

            Perjalanan di Papandayan ini saya tidak begitu memerhatikan mana pos-pos nya karena saya fokus ke perjalanan yang selalu disuguhi keindahan alam yang jarang saya dapatkan di pendakian gunung di Jawa Tengah. Perjalanan ditemani pemandangan batu kapur yang hanya terbatas pada bukit tinggi, asap dari kawah yang selalu membumbung tinggi, mba-mba pendaki lain yang … ah jangan dibahas. Mata harus dijaga untuk yang menunggu dirumah, lah emang udah ada? Siapa? Emak? Hahaha.

Foto Keluarga di Perjalanan.
Foto Keluarga di Perjalanan.

            Kami mengambil jalur menuju Gober Hood dan akan camp di Pondok Saladah. Kata Bang Ayat dulu hanya ada jalur ini saat dia terakhir kesini. Namun sekarang sudah ada jalur berupa tangga alami yang menuju langsung ke Hutan Mati yang mana terkenal sebagai tempat foto andalan di Gunung Papandayan. Setelah haha hihi sambil jalan, kami tiba di Gober hood sekitar pukul 15.30 WIB. Kami sempat makan seblak di warung yang ada disana, satu porsi seblak seharga 10 ribu, ya lumayan kok enak anget-anget. Setelah makan-makan disana kami langsung menuju pondok saladah, dan sampai sana kira-kira pukul 16.00WIB.

            Kami mendirikan tenda, solat, dan masak-masak di Pondok Saladah. Logistik kami sangat berlimpah, kami membawa banyak sosis, bakso, dan crab stick untuk dibakar, lalu bawa juga ayam bumbu siap goreng, lalu bawa mie rebus dan mie goreng yang berlimpah, lalu lalu lalu … aduh banyak makanan pokoknya. Ditambah si Icing juga bawa bahan mentah untuk membuat cilok, dan itu terwujud. Kami makan cilok tangan kiri buatan icing disana. Wueeeeenakk gan!

            Sedikit kisah di pondok saladah, kami empat laki-laki melakukan solat magrib duluan, sedangkan Icing menunggu tenda, sambil memasak cilok. Lalu tenda tetangga kami diserang oleh Babi hutan, yang menyebabkan robeknya tenda pendaki tersebut dan babi itu sukses membawa sekantong plastik yang sepertinya adalah makanan pendaki tersebut. Tenda tersebut sangat dekat dengan tanda kami, tepatnya lebih diatas sedikit dari tenda kami. Saat kejadian itu Bang Ayat sudah balik ke tenda dan dia sudah siap tongkat untuk meng-hit babi itu, begitu katanya XD.

            Semakin malam, kami membagi tugas. Ada yang memasak dengan kompor, ada yang menyiapkan api untuk bakaran, ada yang makan sambil melihat yang lain kerja. Kami iri melihat pendaki lain yang sudah memiliki api unggun yang besar, dan mereka berhangat disekitarnya, adapun kami menyalakan api saja susah sambil batuk batuk dan pegal untuk mengipas kayu bakar yang juga sedikit, ditambah arang yang kami bawa juga. Akhirnya, jalan keluar telah terlihat. Ternyata pendaki tetangga kami itu membeli kayu bakar di warung yang ada di Pondok Saladah ini dan bisa disusun oleh bapak penjual kayu bakarnya juga sampai apinya nyala, mantul bukan. Akhirnya kita mengikuti jejak pendaki lain itu dan jadilah api yang menghangatkan sekaligus membakar sosis, bakso, dan crabstick kami. Bakar-bakar di gunung ternyata tidak seasik yang dibayangkan, gak usah lah gaes BBQ-an digunung kalo gak sama jasa guide atau porter, repot deh. Kami bakar-bakar sambil batuk-batuk dan makan ditemani banyaknya bintang di langit. Harus liat! Langitnya itu rame banget bintang gaes!

Akhirnya Api Menyala.
Foto Gaya Sahabat Menatap Bintang. lol.
Milky way dari Pondok Saladah.

            Kami berburu foto sampai jam 23.00 setelah itu baru balik ke tenda untuk tidur dan persiapan menikmati fajar besok di hutan mati. Saat kami sedang foto-foto langit, kami diajak ngobrol oleh salah satu pendaki asal Jakarta juga yang ternyata admin di salah satu akun instagram pendakian, dan kami ngobrol banyak saat itu sebelum pendaki itu pergi untuk balik ke tenda mengurus temannya yang sedang tidak enak badan.

            Pagi pukul 4.15WIB kami bangun, Solat Subuh dan langsung persiapan ke hutan mati. Kami membawa beberapa tusuk makanan yang belum kami bakar semalam untuk kami masak di Hutan Mati. Kami tiba di Hutan Mati kira-kira pukul 5.30, lalu kami menikmati matahari terbit dengan pemandangan kawah papandayan.

Fajar di Hutan Mati.
Wahyudi di Hutan Mati.

            Setelah puas berfoto, kami hendak memasak apa yang kami bawa. Dan ternyata, saya yang lupa membawa kompor. Hebat sekali. Jadi kita makan roti dengan susu kental manis, sebelum akhrinya melanjutkan perjalanan balik ke Pondok Saladah dengan membawa makanan yang harusnya dimasak tapi masih tetap belum dimasak karena gak bawa kompor.

            Kami balik dan masak-masak untuk sarapan, tidak lupa memberi kepada tetangga berupa lauk ayam gorang. Sungguh baik sekali pendaki seperti kami. Ya gimana, kenyang dan masih banyak makanannya. Kapan lagi berbagi ayam goreng di gunung, harus dibagikan kenikmatan ini. Lalu kami berkemas dan siap pulang dari Pondok Saladah sekitar pukul 11.00 WIB

Foto Keluarga di Pondok Saladah Sebelum Pulang.

            Kami pulang lewat jalur yang baru, yang langsung menuju ke Hutan Mati. Kami tidak ke Tegal Alun, tidak juga ke Puncak Papandayan karena waktu kami terbatas dan besok saya harus magang hari pertama masuk. Jadi seperti judulnya, dimana sih puncaknya? Saya juga gak tau dimana. Adapun spot foto bersama edelweiss selain di Tegal Alun yaitu ada juga di sekitar Pondok Saladah. Bisa di eksplor asal aman ya gan.

Foto Keluarga di Hutan Mati Dalam Perjalanan Pulang.

            Mungkin sekian ya gan ceritanya, langsung saja ke detail perjalanan dan biaya perjalanan untuk referensi jika ingin mendaki ke Gunung Papandayan.

Asumsi waktu pendakian :

Hari ke 1

21.00 – 22.00 Menunggu bus Primajasa di pangkalan cililitan

22.00 – 8.30 Perjalanan menuju Terminal Guntur

Hari ke 2

9.00 – 10.00 Perjalanan naik angkot ke pertigaan pergantian mobil bak

10.00 – 10.40 Perjalanan ke Gerbang Pendakian Gunung Papandayan

10.40 – 12.15 Persiapan dan leha-leha di warung

12.15 – 15.30 Perjalanan menuju Goberhoet

15.30 – 16.00 leha-leha dan perjalanan menuju Pondok Saladah

16.00 – 23.00 Mendirikan tenda, masak-masak, dan lainnya sampai tidur

Hari ke 3

23.00 – 4.15 Tidur nyenyak

4.15 – 5.00 Solat dan persiapan menuju sunrise di Hutan Mati

5.00 – 5.30 Perjalanan ke Hutan Mati

5.30 – 7.30 Menikmati keindahan Hutan Mati

7.30 – 8.00 Perjalanan ke Pondok Saladah

8.00 – 11.00 Masak, Makan, Packing, dan Persiapan pulang.

11.00 – 12.30 Perjalanan pulang sambil foto-foto di jalan.

12.30 – 14.00 Perjalanan ke Terminal Guntur

15.00 – 1.00 Perjalanan pulang ke Jakarta

Asumsi biaya pendakian :

Angkutan Online Rumah – pool cililitan PP Rp. 40.000

Primajasa Jkt-Garut Rp. 52.000

Angkot PP Rp. 40.000

Mobil bak/Ojek PP Rp. 50.000

Simaksi Rp. 65.000

Primajasa Garut-Jkt Rp. 60.000

Total biaya transportasi dan simaksi Rp. 307.000

*Biaya logistik dan lainnya silahkan disesuaikan dengan manajemen pendakian masing-masing.

            Mungkin ini informasi yang bisa saya sampaikan ke teman-teman pendaki, kalau memang dekat-dekat ini ingin mendaki ke Gunung Papandayan. Semoga bisa bermanfaat buat teman-teman pendaki, jika ada kekeliruan mohon maaf dan bisa di koreksi. Sampai berjumpa di post lainnya. Wassalamu’alaikum!

Sumber foto :
Dery Rizki Purwanto
Bang Ayat

Pendakian Gunung Semeru : Sambil Menyelam Minum Air di Ranu Kumbolo

Edelweis Kalimati

Bismillah,

Berawal dari wacana untuk muncak Gunung Ciremai atau Cikuray, yang akhirnya di batalkan H-3 keberangkatan karena kekurangan personil. Saya melihat chat yang menggiurkan di Grup Geodesi angkatan saya,

“ada yang mau ikut proyekan bisa pc aku ya.” Begitu yang saya baca chat dari Ketua Himpunan Geodesi Undip periode 2018 yang receh orangnya XD.

Karena emang sudah sangat berhasrat ingin naik gunung, saya akhirnya chat ke teman saya yang punya wacana ingin ke Gunung Semeru dan masih kurang personil. Kebetulan waktu pendakian yang direncanakan yaitu di sela kekosongan waktu proyekan yaitu 5-10 Juli berangkatnya dari Semarang. Waktu yang ditetapkan proyekan waktu itu yaitu tanggal 2-3 Juli di Semarang, dan kosong sampai 10 Juli, lalu dilajutkan 11-13 Juli di Jakarta. Ditambah lagi yang saya pikirkan yaitu tidak usah memikirkan akomodasi Semarang-Jakarta karena sudah ditanggung perusahaan terkait.

“Bay, aku ada ide sih kayanya bakal ikut ke Semeru nih. Aku ikut proyekan biar sekalian ke Semarang dan ongkos kan udah di bayarin” Chatku ke Bayu, yang mengajak untuk ke Semeru.

Dengan demikian saya menjadi orang keempat yang join di Tim GD16 Semeru, itu nama timnya saya buat-buat sendiri sih. Setelah sebelumnya ada Yoga, Bayu, dan Nada disusul Ando, Marissa, dan Kris setelah saya. Insya Allah kami bertujuh berangkat ke Semeru 12 Juli karena ada perubahan dari Timeline proyekan, yang harus kami kalahkan dengan merubah jadwal keberangkatan ke Semeru. Setelah diizinkan oleh orangtua untuk berangkat belajar lewat proyekan dan sekaligus liburan naik gunung, yang padahal harusnya saya masih kangen-kangenan di Jakarta bersama keluarga, akhirnya saya berangkat 30 Juni malam dari stasiun Pasar Senen ke Stasiun Poncol semarang bareng dengan Marissa.

Babak 1, Trainer?

Sebenarnya saya sedikit kurang nyaman saat menyebut kegiatan ini ‘proyekan’. Kenapa? Karena dilihat dari kegiatannya. Saya lebih suka menyebutnya dengan sebutan yang lebih keren, yaitu Training of Trainer (ToT). Dalam kegiatan ini, kami para peserta dilatih untuk bisa mengoperasikan GPS Geodetik Comnav T300 untuk nantinya bisa melatih peserta di Jakarta dari Badan Pemerintahan. Kegiatan selama dua hari 2-3 Juli diadakan di Semarang, di Hotel UTC Semarang, yang kami dapatkan tentunya adalah Ilmu mengenai kegeodesian yang harusnya saya dapat di semester enam, dan akomodasi serta makan siang. Nah! Ini kenapa saya sebut dengan peribahasa “Sambil menyelam minum air” minum airnya di Ranu Kumbolo lah ya. Menyebut seperti itu karena saya bisa melakukan dua hal sekaligus, ditambah lagi dapat ilmu baru, sertifikat, biaya akomodasi dan fee. Udah dapet ilmu dikasih uang juga, sekalian bisa main ke Gunung Semeru juga. Alhamdulillah.

Pelatihan Lapangan
Unboxing Comnav T300

        Setelah pelatihan 2-3 Juli, ada kekosongan hingga menunggu berangkat ke Jakarta. Kami berangkat ke Jakarta dengan Bus dari Semarang tanggal 8 Juli pukul 03.00 dinihari.

 Singkat cerita, saya dan kawan-kawan telah mengikuti pelatihan 2 hari di Semarang untuk mengoperasikan alat Comnav T300 seperti gambar diatas. Serta, waktu luang sudah terlewati dan tiba hari berangkat ke Jakarta. Rombongan Trainer berangkat dari Gedung Serbaguna Undip hari ahad  pukul  3.00 dinihari, saat itu tengah berlangsung perempat final piala dunia Rusia vs Kroasia. Kami sampai di lokasi Hotel Mercure Ancol, Jakarta, kurang lebih pukul 15.00. Setelah sampai, kami pun langsung bekerja menyiapkan alat yang nanti malam akan mulai di cek kelengkapannya oleh masing-masing kantor pertanahan seluruh Indonesia. Malam pertama ini sebagai pembukaan acara pelatihan sekaligus pembagian alat kepada seluruh peserta pelatihan. Kira-kira pukul 23.00 kami berangkat menuju hotel tempat kami tidur di daerah mangga dua, dan harus kembali ke Ancol besok pagi pukul 09.00.

Kok Masih Kosong?

          Tak terasa matahari pagi sudah bersinar, saya bangun dan solat subuh. Setelah itu tidur lagi sampai hampir jam 07.00 dan bersiap untuk sarapan dan berangkat ke Ancol bersama rombongan. Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang panjang, dimana kami akan menerapkan ilmu yang telah kami pelajari selama di Semarang kemarin. Pengenalan alat gelombang pertama yaitu pukul 10.00-12.00  untuk mengenalkan metode iternal radio yang digunakan pada Comnav T300, lalu isoma, lanjut lagi pukul 13.30-16.00 untuk pengenalan metode NTRIP menggunakan koneksi internet dan juga metode CORS. Sekitar pukul 15.00 datang Bapak Menteri Agraria dan Tata Ruang, yaitu Bapak Sofyan Djalil untuk memantau keadaan pelatihan serta menjadi pembicara pada kesempatan tersebut. Setelah itu, kami Isoma kembali, dan di malam hari hanya membantu sedikit dalam pengolahan data. Karena kami tidak terlalu berperan pada malam itu, saya meminta izin kepada Koordinator kami, yaitu Mas Icha, untuk pulang kerumah di Cibubur hanya satu malam ini, dan besok pagi sudah ke Ancol lagi. Akhirnya dibolehkan, dan saya berangkat ke Cibubur  bersama dengan Julio, salah satu teman seangkatan saya di Geodesi Undip, karena dia bilang mau ikut dan punya ambisi untuk bisa mendatangi seluruh rumah temannya sesama Geodesi Undip. Sepertinya rumah saya menjadi yang pertama, entahlah. Kami berangkat dari Ancol pukul 20.16 dan tiba dirumah saya kurang lebih pukul23.00. Ya, karena ingin menyempatkan diri untuk bisa pulang lagi kerumah sebelum kabur lagi. Dan jam 09.00, saya harus cabut lagi ke Ancol untuk ikut rombongan pulang ke Semarang. Tentunya banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari pengalaman beberapa hari menjadi seorang trainer alat baru XD semoga ilmu yang saya dapatkan berkah.

Hari H di Lapangan, depan Hotel mercure Ancol.
Panggung ini kosong, mungkin emang untuk Foto.
Trainer!

           Bus kembali ke semarang, dan sampai di semarang pada hari Rabu 11 Juli, pukul 01.00. Saat sampai saya tidak langsung tidur, tapi masih menyempatkan diri untuk menonton jagoan piala dunia yang pagi itu berhadapan dengan Belgia. Setelah menang, baru saya tidur. Namun, saat bangun merasa tidak nyaman, nafsu makan hilang, lalu badan demam dan sedikit pusing. Sedangkan, besok jam 11 pagi kereta berangkat ke Surabaya untuk perjalanan ke Semeru yang sudah disiapkan. Qadarullah, ternyata saya masuk angin dan kelelahan, jadi full istirahat dan minum tolak angin pada hari itu hingga esok hari. Sebenarnya tidak istirahat full, karena saya harus beli beberapa logistik dan meminjam kamera. Malam hari pun dilakukan persiapan akhir sebelum berangkat dikos saya, tentunya sesudah izin ibu kos bahwa akan ada perempuan di kosan tidak sampai larut malam. Keesokan harinya, Alhamdulillah, saya benar-benar merasa sehat, fit, seperti biasanya. Dan kami memulai perjalanan setelah sarapan di warung makan Mas Gepeng, di Perumda Tembalang.

            Babak 2, Semeru!

Dalam tulisan ini saya tidak akan menceritakan detail perjalanan Tim GD16 Semeru, tapi lebih ke hal-hal yang menurut saya perlu di ceritakan saja. Untuk Rundown dan manajemen perjalanan bisa didownload disini. Perjalanan pertama kami menuju Stasiun Pasarturi Surabaya, sebelum melanjutkan ke Stasiun Malang. Kenapa ga langsung Semarang-Malang? Karena tiket kereta yang murah sudah habis. Dan ini salah satu cara dapat yang murah. Sampai di Surabaya sekitar pukul 16.00, kami menunggu kereta ke Malang yang berangkat pukul 00.00, cukup gabut bukan? Ya, benar sekali. Lalu kami nongkrong di salah satu warung tidak jauh dari Stasiun Pasarturi untuk makan dan ngopi ganteng, sekaligus menonton kekalahan Pinalty garuda muda yang telah berjuang dengan seluruh kekuatannya melawan Malaysia. Saat nongki tersebut, karena gerombolan tas Carrier kami yang menarik perhatian, kami disamperin oleh seorang pria yang usianya sebaya kami. Ternyata setelah dia ngobrol panjang lebar dengannya, dia adalah mahasiswa sejarah di Unair. Dia juga sambil menulis di detik travel, dia memperlihatkan tulisannya di web detik.com sembari menunjukkan namanya di KTM bahwa dia tidak berbohong. Dia bilang beberapa kali dibiayai untuk naik ke gunung ini itu untuk mencari hal-hal menarik disana. Dia juga sudah mendaki Gunung Rinjani, Raung(trek ter-ekstrim di pulau jawa), dan termasuk Semeru yang akan kami daki. Pertemuan ini lalu ditutup dengan saling follow instagram, supaya pertemuan kita tidak berakhir disini.

Lanjut di stasiun Malang, akhirnya kami bertemu dengan abang-abang dari bogor yang sudah janjian dengan Marissa untuk join naik jeep biar lebih murah. Setelah oke, lanjut ke rumah pemilik Jeep di daerah Pasar Tumpang untuk Solat Jumat, sebelum naik Jeep berangkat ke Ranu Pane. Setelah Briefing dan Cek perlengkapan di ranupane, kami berangkat sekitar pukul 16.30, terus berjalan hingga semua total sampai di Ranu Kumbolo pukul 23.00. Malam itu, Ando dan Bayu lebih cepat menuju ke Ranu Kumbolo untuk mendirikan tenda terlebih dahulu. Kami beberapa dibelakang berjalan pelan karena salah satu anggota kami ada yang kurang fit akibat belum makan siang, sedangkan tenaga terus terkuras dan angin sangat dingin. Pilihan yang tepat Bayu dan Ando duluan mendirikan tenda, dan kami saat tiba langsung masak untuk makan hingga akhirnya baru bisa tidur pukul 01.00. Kami ucapkan terimakasih juga untuk Bang Rahmat yang menemani jalan pelan di belakang, sabar, karena juga sudah berpengalaman di Semeru ini, meski hanya memakai kaos tipis di udara yang dingin membantu mencari tenda kami di Ranu Kumbolo.

Ranu Kumbolo!(yoga, ando, nada, kris, marissa, dery, bayu)
Masih Ranu Kumbolo

            Saat bangun di pagi hari, yang saya lihat hanya kabut, dan udara dingin. Kurang lebih satu jam sambil kami menyiapkan sarapan, akhirnya kabut mulai tersingkap, dan muncul apa yang orang-orang bilang “Surga nya Semeru”. Sembari menikmati indahnya Ranu Kumbolo, akhirnya kami packing dan berangkat menuju Kalimati. Kalimati, tempat untuk mendirikan tenda terakhir sebelum melakukan Summit Attack menuju puncak mahameru. Kami berangkat dari Ranu Kumbolo pukul 12.00, dan sampai di Kalimati pukul 16.20, setelah melewati Oro Oro Ombo, Cemoro Kandang, Jambangan, hingga sampai Kalimati. Kami menggunakan strategi yang sama, yaitu Ando dan Bayu duluan untuk mendirikan tenda. Terimakasih kawan, wkwk. Lagi-lagi Ando dan Bayu yang mengambil Air di sumber air Kalimati, yang jaraknya lumayan jauh. Terimakasih lagi kawan, wkwk. Sedangkan kami yang tersisa asik foto-foto lalu menyiapkan makan sore sebelum tidur dan bangun lebih awal untuk Summit Attack. Kami tidur pukul 19.00 dan bangun pukul 22.00, lalu memasak air untuk minum-minuman hangat dan persiapan Summit Attack, dan berangkat tepat pukul 23.30. Pada kesempatan Summit Attack ini, kami berterimakasih pada Kris karena telah menjaga tenda kami. Menurut kami itu adalah keputusan yang baik mengingat jalur pendakian yang memang berat saat dari kalimati menuju puncak, dan jangan pernah menyesali keputusan tersebut. Seperti apa yang saya bilang ditengah perjalanan antara cemoro kandang dan jambangan, sebelum akhirnya saya yang membawa karriermu, mengutip dari perkataan senior saya di SMA, bang ayat (lu lagi bang),

“Yang terpenting bukan seberapa tinggi gunung yang didaki, tapi pelajaran apa yang bisa dibawa pulang setelahnya.”

Lagipula untuk sampai ke kalimati juga sudah sangat melelahkan, dan bukan hal sepele.

Ranu Kumbolo, dari Tanjakan Cinta
Oro-Oro Ombo

              Kami muncak hingga sangat lelah, sampai dipuncak pukul 6.20, hampir 7 jam berjalan naik, memang begitu nyatanya yang sering dibilang saat telah memasuki batas vegetasi di Semeru yang merupakan pasir-pasir,

“Naik tiga langkah, turun satu langkah.”

Ya, atau sejenisnya, saya dengar beda-beda. Yang jelas naiknya tidak efektif. Memang bisa dibilang lambat dibanding abang bogor yang berangkat pukul 01.00 dan sampai puncak pukul 5 lewat dikit lah.

Mahameru!

Karena di puncak sangat kencang anginnya, jadi kami hanya sebentar disana, iya sebentar menunggu Marissa dan Yoga yang kurang lebih setengah jam baru sampai setelah kami tunggu di puncak. Setelah foto-foto, kami segera turun, karena juga sudah agak siang dipuncak dan adanya larangan harus turun dari puncak pukul 9 atau 10. Dalam perjalanan turun, sebaliknya, untuk sampai ke tenda kami hanya butuh waktu satu jam setengah. Karena saat turun hanya tinggal merosot saja, mungkin bisa dilihat di youtube bagaimana rasanya menyenangkan saat turun dari mahameru. Saya, Ando, Nada, dan Bayu sudah sampai di tenda terlebih dahulu dan sudah masak-masak air untuk minuman rasa-rasa, ngobrol-ngobrol juga dengan abang-abang bogor yang tendanya sebelahan. Setelah minum habis, saya langsung tepar di tenda, dan tidur hampir satu jam sebelum akhirnya terbangun, benar-benar terbangun.

Saat mulai bangun saya ngelantur bertanya “Marissa sama Yoga udah balik?”, lalu Ando menjawab, “Belum, ini aku dari pintu pendakian puncak belum lihat mereka.” Sedangkan waktu sudah hampir menunjukkan pukul 12.00, padahal kami sampai tenda tadi jam 9.30. lalu aku bangun, meminta pendapat ke Ando juga apa kita susul saja kembali ke atas. Dan Akhirnya sepakat, Aku dan Ando naik lagi ke atas dengan membawa botol air berisi setengah botol 1,5lt dan tabung oksigen. Sedangkan Bayu mengambil Air sendiri di sumber air.

Jalur pendakian naik mulai sepi, karena memang ini sudah terlalu siang. Setiap berpapasan dengan pendaki, Ando selalu bertanya, “Mas, diatas lihat laki-laki gondrong pakai jaket oren dan berkacamata? Sama cewe satu juga pakai jaket oren?.” kebanyakan menjawab samar-samar, ada yang bilang lihat ada yang bilang tidak.

Sampai akhirnya kami melewati warung dagangan seperti biasanya di pos-pos sebelumnya. Lalu ada Mas-mas Gondrong dengan perawakan sedikit gemuk yang mungkin sudah bisa disebut bapak-bapak dari wajahnya sedang duduk menikmati makanan yang dijual disana, bapak gondrong tersebut bertanya kepada kami, “Loh masnya mau naik jam segini?”

“Ngga pak, mau cari teman kami daritadi turun belum sampai tenda.” Jawab kami.

“Laki sama cewe ya? Lakinya gondrong?”, jawab bapak itu.

“iya pak benar.”

“Iya ada dibelakang, jalannya pelan banget. Kayanya yang cewenya kecapean banget itu mas.”, jawab bapak gondrong.

“oiya pak kami susul keatas, terimakasih pak.”, perasaan kami jadi lebih lega. Setidaknya mereka sudah masuk daerah vegetasi. Sehingga tidak mungkin masuk ke daerah blank 75.

Setelah jalan naik lagi, saya bersama Ando akhirnya melihat kenampakan wajah Yoga. Dan kami berteriak, serta mereka mempercepat langkahnya menuju kami. Memang yang terlihat dari wajah Marissa begitu pucat kelelahan. Akhirnya Marissa diberi minum air yang kami bawa, karena air mereka sudah habis sejak masih baru turun dari puncak katanya. Air yang saya refill penuh di botol minum milik bayu di puncak tadi pagi.

“gua cari semangka dulu ya di warung tadi”, ucap saya dengan spontan.

Akhirnya saya turun dengan berlari ke tempat warung tadi. Tepat sekali bapak penjual sudah kemas-kemas ingin turun, lalu akhirnya saya membeli semangka dan minuman ion lalu kembali naik lagi ketempat mereka tadi. Belum lama saya naik, sudah bertemu dengan mereka yang mana ternyata Ando menggendong Marissa turun dengan cepat. Memang, kuli itu si Ando. Setelah bertemu, akhirnya Marissa makan semangka dan minum yang saya bawa, lalu kami turun lagi dengan Ando masih menggendong Marissa. Sempat berhenti sejenak untuk Ando mengambil nafas istirahat.

“Der, gantian ini kau gendong Marissa.”, kata Ando.

Aku hanya bisa berkata,”Aslilah.” hahaha.

Lalu Ando kembali menggendong Marissa dan bilang,”Berat kali kau Mar” hahaha.

Lalu tiba kami memasuki wilayah padang rumput di Kalimati, dan Marissa sudah jalan sendiri. Saat sampai tenda kami makan yang mana sudah dimasak oleh Kris dan Nada, lalu tidak lama setelah kami tiba Bayu dating membawa enam botol air di tasnya. Setelah istirahat, kami packing dan target langsung turun hari ini juga ke Ranupane. Semua sudah siap, Kami semua sudah fit kembali, termasuk Marissa yang kembali kuat. Lalu kami mulai perjalanan pukul 15.30 setelah Solat Ashar di Kalimati. Perjalanan berlangsung cepat dan hanya membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai di Ranu Kumbolo. Di Ranu Kumbolo kami solat Magrib dan masak air untuk ngopi sejenak, lalu menjalankan perjalanan lagi pukul 18.30. Karena jalan mulai gelap, dan sepi. Ada beberapa hal aneh yang kami alami. Kami berjalan dengan urutan dari depan ke belakang sebagai berikut, Bayu, Kris, Marissa, Yoga, Nada, Saya, dan Ando di belakang. Dalam perjalanan Ando sempat bilang bahwa ada yang meninarinya dari belakang dan membentuk bayangan tubuhnya. Padahal dibelakangnya tidak ada siapa-siapa, dan ternyata itu adalah pantulan cahaya dari depan. Bukan apa-apa ternyata. Aman.

Kepala kami selalu tertunduk mengamati jalan dengan pencahayaan yang ada dan beberapa kali melihat kedepan takut kepala terpentok pohon. Pendaki lain sudah mulai tidak terlihat mulai dari Pos 3. Tidak ada lagi salam, Misi mas, misi mba, semangat mas, semangat mba, dan lainnya. Kami sangat mengantuk malam itu di perjalanan, berhenti sedikit bahkan saya bisa ketiduran bersandar diatas Carrier. Diantara Pos 1 sampai Ranupane, kami merasa perjalanan sangat panjang dan tidak sampai-sampai. Saya sendiri juga ragu apakah ini jalur yang benar, karena rasanya seperti memutari bukit dan melewati jalan yang sama berulang kali, Bayu juga bingung karena cuma mengikuti jalur. Ando dan Yoga tetep kekeh bahwa terus saja ikuti jalur ini, jangan berbalik arah. Bayu bilang bahwa tadi dia seperti melihat lampu pendaki didepan, tapi kenapa setelah kita berjalan sangat cepat tanpa istirahat tidak sampai bertemu dengan pendaki tersebut. Mungkin pantulan cahaya saja dari serangga. Ditambah Marissa, dia berkata dengan penuh kesenangan.

“Nah itu didepan ada dua pendaki lagi Istirahat, coba Tanya.”, kata Marissa. Padahal samasekali tidak ada orang, dan dia pun kaget saat ternyata didekati disana tidak ada siapa-siapa. Dan sempat diam sejenak seperti takut dengan apa yang dia rasakan barusan. Singkat cerita kami sampai di Ranupane pukul 23.00 dengan semua pundak kami terasa sangat sakit. Setelah sampai kami Makan Bakso Malang yang ada di Ranupane, sungguh lezat kawan. lalu bebersih, solat, dan tidur. Saat besoknya, di Stasiun Pasarturi, Marissa bercerita bahwa dia benar-benar melihat dua pendaki saat malam itu, tapi dia bingung kenapa Bayu didepan lewat saja tanpa menyapa kedua pendaki tersebut, begitu juga dengan Kris yang biasanya selalu menyapa pendaki.Ternyata saat didekati tidak ada apa-apa. Disitu yang membuat dia merasa takut malam itu. Ya, mungkin efek ngantuk juga bisa, atau lapar, atau yang lain.

Mungkin sampai disini cerita panjang saya yang tidak terasa sudah mencapai 2700an kata. Sebenarnya yang menyelam sambil minum air itu bukan saya saja, tapi seluruh Tim Semeru GD16 ini kecuali Yoga. Katanya, dia disuruh orangtuanya untuk ngecat rumah, jadi gabisa ikut proyekan XD. Semoga bisa diambil pelajaran dari tulisan saya ini, Aamiin.

Pendakian Gunung Slamet Via Bambangan 2015


    Kali ini saya ingin menceritakan perjalanan saya menuju puncak slamet dan juga perjalanan pulang dari puncak slamet. Untuk pengenalan, puncak slamet adalah puncak dari gunung slamet yaitu gunung tertinggi di jawa tengah dan gunung kedua tertinggi di pulau jawa dengan ketinggian 3428 meter diatas permukaan laut (mdpl). Untuk para pembaca tulisan saya sekarang yang mungkin sedang mencari tau seputar trek atau keadaan gunung slamet sampai puncak, saya sarankan jangan ambil kesimpulan dari tulisan saya saja. Coba cari referensi dari tulisan temen pendaki lain yang juga membuat tulisan seperti saya juga. Karena kurang bagus bila hanya  mengambil kesimpulan cuma dari satu sumber aja. Oke, langsung detailnya sebagai berikut :

    23 Desember 2015

    Saya berangkat dari rumah saya di daerah cibubur, Jakarta timur menuju meeting point di salah satu toko perlengkapan outdoor di bekasi timur pukul 15.00 WIB dan sampai tujuan pukul 18.30 karena kondisi jalan macet parah. Saya mengikuti acara pendakian bersama dan bersih gunung yang dilaksanakan pada 24 Desember 2015 s.d. 2 januari 2016. Panitia menyediakan jasa travel bagi kami yang ingin keberangkatannya di koordinasi dari daerah jabodetabek. Ada 8 orang yang berangkat dari sini termasuk saya dan kakak saya. Dijanjikan keberangkatan jam 9 malam, namun travel terlambat karena macet dan kami baru berangkat dari bekasi timur jam 1.00 dini hari. Biaya perjalanan sampai sini sbb :

1.       – Registrasi pendaftaran acara 100rb/orang termasuk baju, syal, dan stiker pendakian

2.       -Travel bekasi-basecamp bambangan 150rb/orang

    24 Desember 2015

    Kondisi jalan macet parah karena tanggal ini bertepatan dengan tanggal liburan, dan kami baru sampai di basecamp bambangan, purbalingga pukul  15.00 WIB. Sebelumnya saya mau memberitahu bahwa jam yang saya gunakan disini adalah jam handphone saya yang di atur untuk WIB. Setelah sampai, 3 orang teman perjalanan kami tadi langsung berangkat naik, karena alasan waktu liburan dan masuk kerja yang mepet katanya. Dan sisa kami berlima ,termasuk saya dan abang saya, berangkat setelah menunaikan shalat maghrib di basecamp.

Berangkat dari basecamp bambangan.

 Kami melakukan perjalanan dari basecamp, perjalanan menuju pos 1 lumayan jauh dibanding yang lainnya. Medan awal menuju pos 1 masih banyak yang landai, dengan pemandangan kiri kanan perkebunan warga dan kadang ada sungai kecil. Sekitar 30menit perjalanan santai  trek mulai menanjak dan puncak ter serunya ada di beberapa langkah sebelum pos 1. Medan semakin curam dan trek sedikit licin, karena kebetulan tadi pas kami sampai basecamp sempat turun hujan. Perjalanan dari basecamp sampai pos 1 kurang lebih memakan waktu 2 jam perjalanan santai. Dan niat kami ingin mendirikan tenda diatas pukul 10.00 baru ingin mencari tempat untuk mendirikan tenda. Namun, tidak jauh dari naik pos 1 kami sedikit berbincang dengan pendaki lain yang sudah mendirikan tenda tidak jauh dari pos 1. Katanya diatas sudah ramai dan sulit untuk mencari tempat mendirikan tenda. Kami pun turun beberapa meter karena tadi sempat menemukan lahan landai yang cocok untuk mendirikan tenda dan bermalam. Akhirnya saat pukul 10.00 malam kami selesai mendirikan tenda dan masak untuk mengisi perut sebentar lalu istirahat untuk meneruskan perjalanan besok. Ketiga rekan perjalanan saya memutuskan untuk langsung summit attack besok pagi jam 3, padahal posisi tenda kami sekarang belum sampai pos 2. Abang saya tidak sepakat, jadi saya berdua dengan abang saya memutuskan untuk tidak ikut summit attack besok dan akan melanjutkan perjalanan pukul 7 pagi. 3 rekan kami akhirnya jadi melakukan summit attack yang akhirnya mereka berangkat pukul  4 pagi.

    25 Desember 2015

  Saya merapihkan tenda dan melanjutkan perjalanan hanya berdua dengan abang saya. Meninggalkan tenda rekan perjalanan kami, karena mereka sudah summit attack tadi pagi. Saya dan abang saya berjalan santai menikmati perjalanan yang tidak buru-buru karena kami rasa kami punya waktu yang cukup untuk sampai puncak dengan perjalanan santai. kami berangkat pukul 7 pagi, dan sampai di pos 2 pukul 10. Perjalanan yang kami lakukan sangat santai, sebentar-sebentar berhenti untuk istirahat. Di pos 2 juga terdapat penjual nasi bungkus, mendoan, dan minuman hangat seperti kopi, teh dll. Sama seperti di pos 1. Kami istirahat 20 menit di pos 2. Lalu melanjutkan perjalanan dari pos 2 pukul 10.20. berjalan kurang lebih 1 setengah jam. Kami tiba di pos 3 sekitar pukul 12. Pada perjalanan kami menuju pos 3 tadi, kami melihat Tim SAR yang sedang mengevakuasi pendaki yang pelipis kirinya robek cukup lebar. Saya dan mungkin banyak pendaki lain yang menyaksikannya. Dengar-dengar pendaki tersebut terpeleset dan terpentok batu saat proses turun dari puncak tadi pagi. Istirahat sekitar 15 menit di pos 3, sambil sempat saya mengambil satu botol air dari sumber air yang berada di pos 3. Di gunung slamet perjalanan via bambangan sumber air ada di pos 3 dan pos 5. Saat menuju pos 4 abang saya bertemu dengan temannya yang sudah lama tak jumpa, jadi kami berhenti lumayan lama untuk berbincang dan sekedar foto bersama.

Istirahat dulu gan.

 Ternyata disaat kami asik ngobrol, kami ternyata berada di dekat tenda rekan perjalanan kami yang memutuskan untuk naik duluan saat kami baru tiba di basecamp. Ternyata mereka sampai di sini semalam sekitar pukul 11 malam, dan memutuskan untuk mendirikan tenda.  Dan ternyata mereka sudah summit attack tadi pagi, dan sekarang mereka sedang packing untuk turun. Dan juga mendapat kabar dari mereka tentang 3 rekan kami yang summit attack tadi pagi ternyata baru sampai batas vegetasi  sekitar jam 10 pagi tadi. Wajar saja, jarak dari pos 1 ke puncak masih jauh. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan. Kami pun tiba di pos 4 pukul 14.00.

Pos yang memiliki cerita horor.

 kami beristirahat sekitar 30menit sambil makan siang. Makan nasi bungkus yang kami beli di pos 2 tadi. Pukul 14.30 kami pun melanjutkan perjalanan. Kira-kira 45 menit dan akhirnya sampai di pos 5 pukul 15.15, sebenarnya dalam perjalanan menuju pos 5 kami sudah sering diingatkan oleh para pendaki yang turun apabila lapak untuk mendirikan tenda di pos 5 sudah penuh. Hal ini disebabkan di pos 5 ada sumber air, makanya banyak pendaki yang memutuskan untuk langsung mendirikan tenda di pos 5. Selain itu juga angin malam tidak se kencang di pos-pos atas. Kami pun turun lagi dari pos 5, karena sebelumnya kami melihat sedikit lapak untuk mendirikan tenda. Wajar tenda kami kecil, hanya tenda untuk 2-3 orang jadi tidak sulit untuk sekedar nyempil di dekat tenda pendaki lain. Akhirnya kami mendirikan tenda di pinggir jalur utama di belakang tenda pendaki lain, yang mana tanah kami mendirikan tenda sedikit miring. Akhirnya, tenda kami rapih sekitar pukul 16.30. masak-masak sedikit untuk mengisi perut dan menghangatkan badan. Kami pun sudah tertidur pulas pukul 19.00.

    26 Desember 2015

    Kami merencanakan untuk berangkat summit attack pukul 4 pagi, tapi ternyata kami bangun lebih awal dan siap berangkat pukul 3. Kami berangkat pukul 3 dengan meninggalkan tenda dan membawa logistik secukupnya di tas kecil. Sama seperti perjalanan sebelumnya kami sangat berjalan santai. jarak dari tenda kami ke pos 5 dekat, mungkin hanya 10 menit pendakian. Handphone saya baterainya habis, jadi kami tidak melihat jam perjalanan kami pada saat sampai di pos 6,7, dan 8. Saat di pos 9 kami menanyakan jam dan ternyata sekarang sudah pukul 5.25. Kami dapat sunrise di antara pos 8 dan pos 9.

Sunrise di antara pos 8 dan pos 9 .
This is my bro.

 Lanjut kami menuju puncak slamet dari pos 9 yang mana pos 9 adalah batas vegetasi. Jadi dari pos 9 ke puncak jalur yang kami daki hanya tanah/pasir dan batu. Jumlah pendaki sangat ramai, jadi sangat sering kami mendengar peringatan “awas batu!” dari pendaki lain. Alhamdulillah perjalanan saya dan pendaki-pendaki lain ke puncak selamat.

Batas Vegetasi saat naik, lumayan ramai pendaki.
Pemandangan di perjalanan menuju puncak.

Kami sampai puncak pukul 6.30. rasanya senang, akhirnya bisa sampai ke puncak slamet. Semua lelah benar-benar terbayar. Alhamdulillah. Angin di puncak cukup kencang dan dingin. Saya sering bergetar menggigil di puncak ini. 3428 mpdl. Kami pun tidak menyia-nyiakan untuk berfoto di puncak tertinggi jawa tengah ini.

Puncak Slamet 3428 Mdpl.
Pemandangan Pendaki lain yang menuju puncak.
My Bro…

 Setelah istirahat dan berfoto puas, kami pun turun pukul 8.15. cukup lama kami di puncak. Perjalanan turun dari puncak ke pos 9 lebih sulit daripada perjalanan naik.

 Banyak pendaki yang terpeleset karena memang medan tanah pasir dan bebatuan seperti ini licin, untungnya tidak ada pendaki yang terpeleset dan gelinding ke bawah. Saya dan abang saya turun perlahan, perlahan yang penting selamat. Setelah melewati perjalanan panjang turun ke pos 9, kami tiba di pos 9 pukul 10.05. dari pos 9 kami turun ke tenda, perjalanan turun lebih cepat dibanding naik. Kami sudah sampai tenda pukul 11.45. itu sudah termasuk saya mengantri air di sumber air pos 5 yang lumayan lama. Untuk info lebih lanjut, untuk sumber air yang berada di pos 3 dan pos 5. Untuk yang di pos 3 jarak sumber air dekat dengan pos 3, medan mudah, dan air lebih bersih. Di pos 5 jarak dari pos 5 ke sumber air lumayan melelahkan, dan menelusuri kali kecil yang batu-batunya lumayan licin. Oke, setelah sampai tenda, kami istirahat,  masak-masak untuk makan, dan packing untuk turun. Kami turun dari tempat kami mendirikan tenda tadi sekitar pukul 13.30. kami melanjutkan perjalanan untuk ke basecamp bambangan. Saya tidak sempat menanyakan jam saat di pos 4. Saya sampai pos 3 pukul 14.30, istirahat sebentar lalu melanjutkan perjalanan dan sampai pos 2 pukul 15.50. saat perjalanan turun ini, kaki abang saya sedikit sakit. Jadi kami turun dengan sangat santai, sering berhenti untuk beristirahat di pinggir jalur pendakian. Mungkin kalau dilakukan perjalanan normal bisa lebih cepat daripada kami, karena kaki abang saya sakit maka kami sangat pelan-pelan saat turun ini. Dari pos 2 ke pos 1 memakan waktu sekitar 1 setengah jam, kami sampai pos 1 pukul 17.25. target saya terlalu ambisius untuk bisa sampai basecamp sebelum maghrib, namun karena memang tidak bisa dipaksakan, jarak pos 1 ke basecamp yang lumayan jauh dibanding dengan dari pos ke pos yang lain, dan ditambah kaki abang saya sedang sakit, akhirnya gelap pun datang dan kami melanjutkan perjalanan dengan headlamp. Dan Alhamdulillah kami sampai basecamp sekitar pukul 18.50.

Berikut ini adalah rekap perjalanan kami :

23 Desember 2015

15.00 – 18.30                      Berangkat dari rumah ke meeting point.

24     Desember 2015

1.00 – 15.00                         Perjalanan dari Bekasi – Purbalingga, basecamp Bambangan.

15.00 – 18.30                       Istirahat, Makan dsb.

18.30 -20.30                        Perjalanan dari Basecamp ke Pos 1.

20.45 – 21.30                      Perjalanan  dari Pos 1 naik sedikit dan mendirikan tenda.

22.00                                     Tenda siap, makan dan mimpi indah.

25     Desember 2015

4.00                                        Bangun, 3 Rekan melanjutkan Summit attack, saya tidur lagi.

6.00 – 7.00                           Bangun, merapihkan tenda.

7.00 – 10.00                        Perjalanan sampai ke Pos 2, kami berdua berjalan sangat santai.

10.20 – 12.00                      Perjalanan dari Pos 2 ke Pos 3

12.15 – 14.00                      Perjalanan dari Pos 3 ke Pos 4, ngobrolnya lumayan lama jadi lama sampe Pos 4.

14.00 – 14.30                      Makan siang di Pos 4.

14.30 – 15.15                      Perjalanan dari Pos 4 ke Pos 5.

15.30 – 16.30                      Turun sedikit dari Pos 5, Istirahat, dan mendirikan tenda.

16.30 – 19.00                      Nyantai, masak-masak, ngopi dsb.

19.00                                     Mimpi Indah

26     Desember 2015

2.30 – 3.00                           Bangun tidur dan persiapan summit attack.

3.00 – 5.30                           Perjalanan dari tenda ke Pos 9. (Posisi tenda dibawah pos 5)

5.30 – 6.30                           Perjalanan dari Pos 9 ke Puncak Slamet.

6.30 – 8.15                           Di Puncak Slamet. 3428 mdpl.

8.15 – 10.00                        Turun dari Puncak ke Pos 9.

10.00 – 11.45                      Turun dari Pos 9 ke Tenda.

11.45 – 13.30                      Nyantai sekaligus Packing turun ke Basecamp.

13.30 – 14.30                      Perjalanan turun dari lapak tenda ke Pos 3. (lupa nanya jam pas di pos 4)

14.45 – 15.50                      Perjalanan turun dari Pos 3 ke Pos 2.

16.00 – 17.25                      Perjalanan turun dari Pos 2 ke Pos 1.

17.40 – 18.50                      Perjalanan turun dari pos 1 ke Basecamp.

                Rekap pengeluaran : ini berdasarkan perjalanan saya ya. Terlepas dari pengeluaran logistik.

Travel bekasi – bambangan                                                       @ rp 150.000

Tiket masuk wisata alam Gn. Slamet                                     @rp 10.000

Makan di warung basecamp                                                      @ rp 15.000 x 4 = 60.000

Charter mobil bambangan – terminal Purwakarta         @ 9 orang rp 350.000

Bus non Ac Purwakarta – Bandung                                         @ rp 80.000

Bus Bandung – Jakarta                                                               saya lupa berapa XD

Total                                                                                              :  rp 350.000 (belum termasuk bus bdg-jkt)

   Saran saya bawa uang lebih, biar lebih aman. Ya keperluan agan sendiri yang lebih ngerti kan.

*kami ambil ke bandung dulu bukan karena mau liburan, tapi karena yang tiket langsung ke Jakarta hari itu udah abis.     

                Sekian sepenggal pengalaman saya kemarinsaat mendaki Gunung Slamet. Jangan lupa apabila ingin mencari info tentang pendakian ke Gunung Slamet untuk mencari sumber lain selain dari blog saya. Satu pesan saya, yang terpenting saat melakukan pendakian : Safety first.

Oke, terimakasih yang sudah mau meluangkan waktunya untuk mampir. Saya mohon maaf atas banyaknya kekurangan pada tulisan saya ini. Wassalamu’alaikum.