Makan, Minum, Duduk, Tidur, Dibayar, dan Halal

Sunan bercengkrama dengan senja

Cerita ini dimulai dari percakapan antara saya dengan kakak tingkat(kating) dua tahun diatas saya. Niat awal saya adalah mengembalikan kemeja miliknya yang sudah satu tahun belum saya kembalikan. Percakapan berakhir dengan sebuah perintah untuk mengirimkan kemeja tersebut ke tempat tinggal kerjanya yang sekarang di daerah barat jawa, tapi bukan Jawa Barat.

Satu bulan berlalu, kemejanya belum juga saya kirimkan. Kendalanya adalah karena saat saya menghubunginya saat itu saya sedang berada di Jakarta untuk Kerja Praktek, sedangkan kemejanya saya simpan di Semarang. Akhirnya saya memulai chat kembali untuk memastikan dan menginfokan untuk mengirimkan kemeja tersebut. Tak lama, kating saya ini menelepon namun tidak sempat saya angkat. Tujuan dari telfon tersebut tergambarkan di chat selanjutnya, penjelasan akibat dari saya tidak mengangkat telfonnya.

“der, minggu depan sibuk nggak? Ada kerjaan nih tapi Cuma sehari,” begitu katanya.

Tahu saja, lagi butuh tambahan untuk ditabung. Lalu ia menjelaskan bagaimana kerjaan yang dimaksudkan. Saya meminta untuk mengajak teman seangkatan saya untuk menemani. Saya butuh teman untuk kerjaan yang ini. Lalu saya mengajak Sunan, teman sekamar saya sejak bulan April, dan teman satu kos sejak semester 4. Sunan setuju, pembagian fee terutama.

H-1, saya dan Sunan diminta untuk ke kantor cabang Semarang tempat kating saya ini bekerja. Jaraknya lumayan dari Undip atas. Setelah sampai disana, kami menunggu sebentar dan kating saya tiba dengan chief-nya. Ia keluar dari mobil dengan membawa alat yang akan kami … besok. Iya itu saya sengaja buat … biar nanti kamu paham kalau baca sampai selesai.

“gimana kabarnya der, sehat? Sunan sehat?” kurang lebih seperti itu. Sebelum akhirnya kami diajak untuk masuk ke kantornya.

Perusahaan internasional, chief-nya pun bukan WNI, jadi kating saya harus berbahasa inggris dalam kesehariannya. Begitupun kami pada saat itu. Kami disuguhi minuman bersoda terkenal yang kalengnya berwarna merah dan isinya berwarna cokelat. Setelah bincang-bincang, kami di briefing mengenai apa yang akan kami kerjakan besok. Selesai.

Hari kerja tiba, kami harus berada di pos 4 Pertamina Tanjung Emas selama kurang lebih 24 jam, untuk menjaga sebuah alat yang harganya setara dengan satu unit mobil fortuner. Tanggung jawab berat. Kenyataannya, …

Membosankan, iya, hanya benar-benar menjaga. Kami tidak mengotak atik alat tersebut, iya alat GPS Geodetik yang mengambil data selama 24 jam. Tugas kami hanya menjaga supaya alat tersebut tidak hilang, tidak mati, ya. Dalam waktu 24 jam itu, kami makan yang juga sudah ditanggung oleh kating saya, nyemil yang sudah ditanggung juga, minum juga, lalu tidur, solat, baca buku, buka instagram, buka line, buka laptop untuk persiapan presentasi besok di kelas, lalu melongok ke GPS, “oh, masih ada.” Yah seperti itu, dan kami dibayar.

Ada kan, orang duduk, tidur, makan, minum, bosen, dan dibayar, Halal insyaa Allah.

Ada.

Sekian.

Untungnya tidak hilang.

Jurnal Geodery #2 : Halo Semarang, Halo Undip

                Setelah diterima lewat jalur UM I di Undip, saya melengkapi segala syarat administrasi. Saya berangkat ke Semarang sekitar satu pekan sebelum kegiatan verifikasi dan tes kesehatan dilakukan. Harapan keluarga saya yaitu bisa langsung menemui petinggi kampus untuk membicarakan hal menyangkut SPI. Tahun saya masuk adalah pertama kali diberlakukan uang Sumbangan Pembangunan Infrastruktur (SPI) oleh Undip untuk jalur UM.

                Saya berangkat berdua dengan Ayah Rahimahullahu Ta’ala. Tujuan pertama kami di Semarang adalah kos Mas Bandi, yang mana adalah tempat kos Mas Depi(abang saya) saat kuliah di Undip beberapa tahun lalu. Sesampai di kos Mas Bandi, ternyata kamar disana penuh. Saya disarankan untuk ke rumah orang tua Mas Bandi yang tidak jauh dari rumahnya. Orang tuanya juga memiliki kamar kos, dan katanya ada yang kosong. Oke, akhirnya saya ditetapkan untuk tinggal di kos orang tua Mas Bandi, yang ternyata setelah saya tahu dimana kampus saya berada, ternyata jaraknya cukup jauh. Kos pertama saya di Ngesrep Timur, untuk yang mengerti daerah Tembalang dan sekitarnya, pasti tahu bagaimana jarak kos saya dengan kampus Undip Tembalang.

                Kembali ke tujuan awal kami berangkat lebih cepat. Keesokannya Saya dan Ayah Rahimahullahu Ta’ala pergi ke kampus, entah kami mau kemana belum tahu. Ke Kampus dulu pokoknya. Naik angkot, kami melewati gedung prof. Soedarto, dan disana sedang ada fakultas lain yang mengadakan verifikasi mahasiswa baru. Akhirnya kami memutuskan untuk kesana dan bertanya kepada mahasiswa yang menggunakan Almamater sebagai tanda bukan mahasiswa baru. Setelah menjelaskan keperluan kami, akhirnya kami diarahkan untuk bertanya lebih lanjut di Stand BEM Undip, tepatnya di bagian sosial/kesejahteraan mahasiswa.

                Ayah Rahimahullahu Ta’ala menjelaskan tujuan kami, dan ditanggapi oleh pengurus BEM dengan sangat baik. Akhirnya ada satu mahasiswi dari Departemen Hubungan Internasional FISIP angkatan 2014 yang akan membantu kami untuk menghadap ke Wakil Rektor 2 (kalau tidak salah) untuk membahas tentang penangguhan atau kalau bisa penghapusan SPI untuk saya. Pada saat itu juga saya sudah membawa berkas pendukung yang mungkin diperlukan sebagai penguat pengajuan. Saya dibonceng mahasiswi (aduh, ga enak ya dibacanya) tersebut untuk ke tempat fotokopi untuk membuat surat permohonan dengan materai untuk diajukan ke Wakil Rektor. Setelah itu, menjemput ayah saya yang menunggu di Gedung prof. Soedarto yang dibonceng oleh mahasiswa dari Sastra Indonesia FIB angkatan 2014 juga, untuk bersama ke Gedung Widya Puraya.

                Akhirnya kami bertemu dengan Wakil Rektor, menjelaskan ini itu, bagaimana keadaan keluarga kami, apakah bisa SPI ditiadakan atau diringankan, dan hasilnya? Tidak ada. Disini saya tidak bermaksud untuk menjelekkan Universitas, tapi saya paham, peraturan ya tetap peraturan. Pendaftar UM dianggap mampu membayar SPI karena sudah diberitahu pada pendaftaran online jalur UM. Akhirnya saya dan ayah Rahimahullahu Ta’ala, pulang ke kos dengan diantar kedua mahasiswa soskesma BEM Undip tersebut. Padahal kosnya cukup jauh. Makasih mas mba. Saya masih ingat sampe sekarang kejadiannya tapi lupa nama mas mba siapa.

                Dari kejadian hari itu saya belajar, mahasiswa benar-benar dituntut kritis dan belajar memperjuangkan sesuatu dengan maksimal, bagaimanapun hasilnya yang penting usaha dulu. Seperti yang Ayah saya bilang, “dicoba dulu”. Padahal saya sejak awal sudah bilang untuk tidak usah mengurus SPI ini karena tidak mungkin bisa turun atau dihilangkan. Adapun mahasiswa Kesma Undip juga mendukung pernyataan ayah saya. “Dicoba dulu, lumayan setidaknya kalau bisa turun,” kalau tidak salah begitu katanya. Memang, kadang saya menyerah sebelum mencoba.

Dari hari itu, saya bertekad ingin menjadi anggota BEM terutama Kesma yang membantu mahasiswa lainnya yang butuh bantuan seperti saya sekarang ini, tapi gimana nanti dilihat saja cerita selanjutnya. Heleh, dasar Maba.

                Selama menunggu masuk kuliah, saya ikut first gathering dengan teman angkatan 2016 Prodi Teknik Geodesi (yang sekarang sudah berubah menjadi Departemen Teknik Geodesi). Pertama kali bertemu di Masjid Kampus Undip/Maskam/Masjid KU sebelum akhirnya pindah ke House of Moo (tempat makan gitu/menu andalannya minuman susu variasi rasa). Saya bingung memakai alas kaki karena hanya punya sandal jepit, sepatu futsal, dan sepatu selop semi pantofel untuk kegiatan mahasiswa baru. Akhirnya, saya memutuskan menggunakan sepatu futsal. Adanya itu. Jangan diketawain ya, tapi gapapa.

Foto Bersama di House of Moo.

                Lalu saya melakukan tes kesehatan, kenal teman sesama daerah dari Jakarta yaitu Nahar Dito, kenalan dengan Ibunya juga dan diminta nomor HP saya.

Katanya kurang lebih begini, “Biar nanti kalo dito bandel atau ada apa-apa bisa hubungi dery.”

Lalu sambil menunggu tes kesehatan, ternyata samping saya juga dari Teknik Geodesi. Sekian lama kami hanya diam, dan akhirnya berkenalan. Ternyata dia adalah salah satu manusia yang suka ramai muncul di grup line Geodesi 2016, dan juga berasal dari Jakarta. Iman Arta, yang nickname line nya saat itu adalah Kodok. Pertemuan dengan Dito dan Iman dilanjutkan dengan bertemu teman geodesi lainnya.

Setelah Tes Kesehatan di RSND.

Ketika verifikasi … , dilanjut di kesempatan berikutnya aja ya. Kalau kepanjangan takut bosen bacanya hehe. Sampai jumpa.

Jurnal Geodery #1 : Sebelum saya kuliah

Saya belakangan ini sempat berpikir untuk menuliskan apa saja yang saya lakukan selama saya kuliah, yah sudah memasuki fase kritis sebagai mahasiswa. Blog saya sedikit lebih ramai dikunjungi karena promosi dari Zenius.net, media belajar online yang saya gunakan dulu saat gap year, dimana Zenius mencantumkan alamat blog saya di salah satu artikelnya. Termasuk alasan saya memindahkan artikel Mas Penjaga Warung Juga Ingin Kuliah ke blog baru saya ini. Jadi, singkatnya saya ingin meneruskan tulisan Mas Penjaga Warung Juga Ingin Kuliah ke bagian selanjutnya yaitu masa saya kuliah. Setidaknya sebagai rekam jejak yang suatu saat nanti bisa saya tengok di blog ini. Takutnya keburu lupa, dan semoga yang saya tuliskan disini tidak memiliki unsur dusta. Saya akan mengingat yang terbaik yang saya bisa.

Terus selama ini yang kamu post di blogmu ini bukan perjalanan selama kuliah? Hmmm, maksud saya akan saya tuliskan lebih detail lagi. Jika biasanya hanya per kejadian tertentu saja kan. Oke, kita mulai sekarang…

Setelah diterima di Undip, sebenarnya tidak langsung saja saya ujug-ujug kuliah. Saya belum berkomunikasi kepada keluarga bahwa untuk jalur mandiri di Undip memiliki uang pangkal yang disebut SPI (Sumbangan Pembangunan Institusi). Untuk jurusan saya dikenakan biaya SPI yang saya rasa itu yang termurah(setahu saya) di Fakultas Teknik. Jelas, anggota keluarga saya kaget karena bagi kami saat itu nominalnya cukup besar. Saya salah karena tidak ada komunikasi sebelumnya mengenai biaya, akibatnya tidak bisa antisipasi dengan baik. Akhirnya, dari ketiga kakak saya dan orangtua saya mengumpulkan uang yang saya sendiri tidak tahu darimana uang tersebut dan digunakan untuk pembayaran saya kuliah. Total pembayaran saat itu cukup besar, dimana tidak hanya biaya untuk SPI tapi juga untuk UKT semester golongan tertinggi. Golongan tertinggi karena saya lewat jalur mandiri, dan saat itu saya tidak tahu apakah golongan UKT mahasiswa lewat jalur UM bisa turun atau tidak. Mahal? Seharusnya kita selalu bersyukur dan berpikiran bahwa Negara ini telah memberikan banyak hal untuk kita bisa bersekolah sampai sejauh ini. Ah ini ucapan saya aja karena bukan uang saya yang digunakan untuk membayar.

Abang saya, yaitu anak pertama di keluarga kami, memberikan salah satu ucapan yang menurut saya lumayan menampar dan bisa diambil pelajaran darinya. Begini kisahnya, saat beberapa hari menjelang keberangkatan saya ke Semarang, Abang menyuruh saya untuk memperbaiki gelang pengikat jam tangannya di salah satu toko. Saat itu saya hanya “iya,iya” saja, karena itu hal mudah dan masih bisa nanti. Tidak terasa, tiba pada hari keberangkatan ke Semarang. Saya belum juga memperbaiki gelang pengikatnya, lalu saya meminta maaf karena belum sempat atau mungkin tepatnya belum menyempatkan untuk memperbaiki jam tangannya. Abang saya kecewa, entah sedikit kecewa atau banyak. Bukan karena jam tangannya, tapi karena responku terhadap sesuatu. Abang bilang,

“Sebenarnya gua sengaja nyuruh lu buat ngurusin itu bukan karena gua pengen jam nya. Kalo itu mah gampang gua lakuin sendiri. Tapi, gua pengen liat respon lu dalam menanggapi sebuah perintah. Ternyata lu menyepelekan, itu yang membuat gua khawatir lu jauh dari rumah.”

“Gua seneng ngeliat lu bagus dalam perencanaan, gua lihat kalender di kamar lu penuh coretan dengan rencana-rencana. Tapi, lu meremehkan suatu pekerjaan.”

Jadwal sebelum SBMPTN
Jadwal sebelum SBMPTN

Entah Abang saya masih ingat atau engga dengan perkataannya yang ini sebelum saya berangkat pertama kali ke Semarang dengan status sebagai Mahasiswa. Saya rasa harusnya saya bisa ambil pelajaran dari sini, dimana sebenarnya memang kita punya prioritas dalam suatu pekerjaan, namun tidak boleh menyepelekan pekerjaan yang bukan di prioritaskan. Dari sini saya belajar untuk melihat kebutuhan orang lain terhadap saya, meskipun terkadang saya masih suka merasa kurang enak hati dalam beberapa hal. Semoga bisa secepatnya mengamalkan,

“Sebaik-baik kalian adalah yang bermanfaat bagi orang lain.” Tentunya dalam konteks yang baik.

Mungkin kalau ada mood dan kesempatan nanti insyaa Allah diteruskan di cerita selanjutnya 🙂

Pendakian Gunung Semeru : Sambil Menyelam Minum Air di Ranu Kumbolo

Edelweis Kalimati

Bismillah,

Berawal dari wacana untuk muncak Gunung Ciremai atau Cikuray, yang akhirnya di batalkan H-3 keberangkatan karena kekurangan personil. Saya melihat chat yang menggiurkan di Grup Geodesi angkatan saya,

“ada yang mau ikut proyekan bisa pc aku ya.” Begitu yang saya baca chat dari Ketua Himpunan Geodesi Undip periode 2018 yang receh orangnya XD.

Karena emang sudah sangat berhasrat ingin naik gunung, saya akhirnya chat ke teman saya yang punya wacana ingin ke Gunung Semeru dan masih kurang personil. Kebetulan waktu pendakian yang direncanakan yaitu di sela kekosongan waktu proyekan yaitu 5-10 Juli berangkatnya dari Semarang. Waktu yang ditetapkan proyekan waktu itu yaitu tanggal 2-3 Juli di Semarang, dan kosong sampai 10 Juli, lalu dilajutkan 11-13 Juli di Jakarta. Ditambah lagi yang saya pikirkan yaitu tidak usah memikirkan akomodasi Semarang-Jakarta karena sudah ditanggung perusahaan terkait.

“Bay, aku ada ide sih kayanya bakal ikut ke Semeru nih. Aku ikut proyekan biar sekalian ke Semarang dan ongkos kan udah di bayarin” Chatku ke Bayu, yang mengajak untuk ke Semeru.

Dengan demikian saya menjadi orang keempat yang join di Tim GD16 Semeru, itu nama timnya saya buat-buat sendiri sih. Setelah sebelumnya ada Yoga, Bayu, dan Nada disusul Ando, Marissa, dan Kris setelah saya. Insya Allah kami bertujuh berangkat ke Semeru 12 Juli karena ada perubahan dari Timeline proyekan, yang harus kami kalahkan dengan merubah jadwal keberangkatan ke Semeru. Setelah diizinkan oleh orangtua untuk berangkat belajar lewat proyekan dan sekaligus liburan naik gunung, yang padahal harusnya saya masih kangen-kangenan di Jakarta bersama keluarga, akhirnya saya berangkat 30 Juni malam dari stasiun Pasar Senen ke Stasiun Poncol semarang bareng dengan Marissa.

Babak 1, Trainer?

Sebenarnya saya sedikit kurang nyaman saat menyebut kegiatan ini ‘proyekan’. Kenapa? Karena dilihat dari kegiatannya. Saya lebih suka menyebutnya dengan sebutan yang lebih keren, yaitu Training of Trainer (ToT). Dalam kegiatan ini, kami para peserta dilatih untuk bisa mengoperasikan GPS Geodetik Comnav T300 untuk nantinya bisa melatih peserta di Jakarta dari Badan Pemerintahan. Kegiatan selama dua hari 2-3 Juli diadakan di Semarang, di Hotel UTC Semarang, yang kami dapatkan tentunya adalah Ilmu mengenai kegeodesian yang harusnya saya dapat di semester enam, dan akomodasi serta makan siang. Nah! Ini kenapa saya sebut dengan peribahasa “Sambil menyelam minum air” minum airnya di Ranu Kumbolo lah ya. Menyebut seperti itu karena saya bisa melakukan dua hal sekaligus, ditambah lagi dapat ilmu baru, sertifikat, biaya akomodasi dan fee. Udah dapet ilmu dikasih uang juga, sekalian bisa main ke Gunung Semeru juga. Alhamdulillah.

Pelatihan Lapangan
Unboxing Comnav T300

        Setelah pelatihan 2-3 Juli, ada kekosongan hingga menunggu berangkat ke Jakarta. Kami berangkat ke Jakarta dengan Bus dari Semarang tanggal 8 Juli pukul 03.00 dinihari.

 Singkat cerita, saya dan kawan-kawan telah mengikuti pelatihan 2 hari di Semarang untuk mengoperasikan alat Comnav T300 seperti gambar diatas. Serta, waktu luang sudah terlewati dan tiba hari berangkat ke Jakarta. Rombongan Trainer berangkat dari Gedung Serbaguna Undip hari ahad  pukul  3.00 dinihari, saat itu tengah berlangsung perempat final piala dunia Rusia vs Kroasia. Kami sampai di lokasi Hotel Mercure Ancol, Jakarta, kurang lebih pukul 15.00. Setelah sampai, kami pun langsung bekerja menyiapkan alat yang nanti malam akan mulai di cek kelengkapannya oleh masing-masing kantor pertanahan seluruh Indonesia. Malam pertama ini sebagai pembukaan acara pelatihan sekaligus pembagian alat kepada seluruh peserta pelatihan. Kira-kira pukul 23.00 kami berangkat menuju hotel tempat kami tidur di daerah mangga dua, dan harus kembali ke Ancol besok pagi pukul 09.00.

Kok Masih Kosong?

          Tak terasa matahari pagi sudah bersinar, saya bangun dan solat subuh. Setelah itu tidur lagi sampai hampir jam 07.00 dan bersiap untuk sarapan dan berangkat ke Ancol bersama rombongan. Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang panjang, dimana kami akan menerapkan ilmu yang telah kami pelajari selama di Semarang kemarin. Pengenalan alat gelombang pertama yaitu pukul 10.00-12.00  untuk mengenalkan metode iternal radio yang digunakan pada Comnav T300, lalu isoma, lanjut lagi pukul 13.30-16.00 untuk pengenalan metode NTRIP menggunakan koneksi internet dan juga metode CORS. Sekitar pukul 15.00 datang Bapak Menteri Agraria dan Tata Ruang, yaitu Bapak Sofyan Djalil untuk memantau keadaan pelatihan serta menjadi pembicara pada kesempatan tersebut. Setelah itu, kami Isoma kembali, dan di malam hari hanya membantu sedikit dalam pengolahan data. Karena kami tidak terlalu berperan pada malam itu, saya meminta izin kepada Koordinator kami, yaitu Mas Icha, untuk pulang kerumah di Cibubur hanya satu malam ini, dan besok pagi sudah ke Ancol lagi. Akhirnya dibolehkan, dan saya berangkat ke Cibubur  bersama dengan Julio, salah satu teman seangkatan saya di Geodesi Undip, karena dia bilang mau ikut dan punya ambisi untuk bisa mendatangi seluruh rumah temannya sesama Geodesi Undip. Sepertinya rumah saya menjadi yang pertama, entahlah. Kami berangkat dari Ancol pukul 20.16 dan tiba dirumah saya kurang lebih pukul23.00. Ya, karena ingin menyempatkan diri untuk bisa pulang lagi kerumah sebelum kabur lagi. Dan jam 09.00, saya harus cabut lagi ke Ancol untuk ikut rombongan pulang ke Semarang. Tentunya banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari pengalaman beberapa hari menjadi seorang trainer alat baru XD semoga ilmu yang saya dapatkan berkah.

Hari H di Lapangan, depan Hotel mercure Ancol.
Panggung ini kosong, mungkin emang untuk Foto.
Trainer!

           Bus kembali ke semarang, dan sampai di semarang pada hari Rabu 11 Juli, pukul 01.00. Saat sampai saya tidak langsung tidur, tapi masih menyempatkan diri untuk menonton jagoan piala dunia yang pagi itu berhadapan dengan Belgia. Setelah menang, baru saya tidur. Namun, saat bangun merasa tidak nyaman, nafsu makan hilang, lalu badan demam dan sedikit pusing. Sedangkan, besok jam 11 pagi kereta berangkat ke Surabaya untuk perjalanan ke Semeru yang sudah disiapkan. Qadarullah, ternyata saya masuk angin dan kelelahan, jadi full istirahat dan minum tolak angin pada hari itu hingga esok hari. Sebenarnya tidak istirahat full, karena saya harus beli beberapa logistik dan meminjam kamera. Malam hari pun dilakukan persiapan akhir sebelum berangkat dikos saya, tentunya sesudah izin ibu kos bahwa akan ada perempuan di kosan tidak sampai larut malam. Keesokan harinya, Alhamdulillah, saya benar-benar merasa sehat, fit, seperti biasanya. Dan kami memulai perjalanan setelah sarapan di warung makan Mas Gepeng, di Perumda Tembalang.

            Babak 2, Semeru!

Dalam tulisan ini saya tidak akan menceritakan detail perjalanan Tim GD16 Semeru, tapi lebih ke hal-hal yang menurut saya perlu di ceritakan saja. Untuk Rundown dan manajemen perjalanan bisa didownload disini. Perjalanan pertama kami menuju Stasiun Pasarturi Surabaya, sebelum melanjutkan ke Stasiun Malang. Kenapa ga langsung Semarang-Malang? Karena tiket kereta yang murah sudah habis. Dan ini salah satu cara dapat yang murah. Sampai di Surabaya sekitar pukul 16.00, kami menunggu kereta ke Malang yang berangkat pukul 00.00, cukup gabut bukan? Ya, benar sekali. Lalu kami nongkrong di salah satu warung tidak jauh dari Stasiun Pasarturi untuk makan dan ngopi ganteng, sekaligus menonton kekalahan Pinalty garuda muda yang telah berjuang dengan seluruh kekuatannya melawan Malaysia. Saat nongki tersebut, karena gerombolan tas Carrier kami yang menarik perhatian, kami disamperin oleh seorang pria yang usianya sebaya kami. Ternyata setelah dia ngobrol panjang lebar dengannya, dia adalah mahasiswa sejarah di Unair. Dia juga sambil menulis di detik travel, dia memperlihatkan tulisannya di web detik.com sembari menunjukkan namanya di KTM bahwa dia tidak berbohong. Dia bilang beberapa kali dibiayai untuk naik ke gunung ini itu untuk mencari hal-hal menarik disana. Dia juga sudah mendaki Gunung Rinjani, Raung(trek ter-ekstrim di pulau jawa), dan termasuk Semeru yang akan kami daki. Pertemuan ini lalu ditutup dengan saling follow instagram, supaya pertemuan kita tidak berakhir disini.

Lanjut di stasiun Malang, akhirnya kami bertemu dengan abang-abang dari bogor yang sudah janjian dengan Marissa untuk join naik jeep biar lebih murah. Setelah oke, lanjut ke rumah pemilik Jeep di daerah Pasar Tumpang untuk Solat Jumat, sebelum naik Jeep berangkat ke Ranu Pane. Setelah Briefing dan Cek perlengkapan di ranupane, kami berangkat sekitar pukul 16.30, terus berjalan hingga semua total sampai di Ranu Kumbolo pukul 23.00. Malam itu, Ando dan Bayu lebih cepat menuju ke Ranu Kumbolo untuk mendirikan tenda terlebih dahulu. Kami beberapa dibelakang berjalan pelan karena salah satu anggota kami ada yang kurang fit akibat belum makan siang, sedangkan tenaga terus terkuras dan angin sangat dingin. Pilihan yang tepat Bayu dan Ando duluan mendirikan tenda, dan kami saat tiba langsung masak untuk makan hingga akhirnya baru bisa tidur pukul 01.00. Kami ucapkan terimakasih juga untuk Bang Rahmat yang menemani jalan pelan di belakang, sabar, karena juga sudah berpengalaman di Semeru ini, meski hanya memakai kaos tipis di udara yang dingin membantu mencari tenda kami di Ranu Kumbolo.

Ranu Kumbolo!(yoga, ando, nada, kris, marissa, dery, bayu)
Masih Ranu Kumbolo

            Saat bangun di pagi hari, yang saya lihat hanya kabut, dan udara dingin. Kurang lebih satu jam sambil kami menyiapkan sarapan, akhirnya kabut mulai tersingkap, dan muncul apa yang orang-orang bilang “Surga nya Semeru”. Sembari menikmati indahnya Ranu Kumbolo, akhirnya kami packing dan berangkat menuju Kalimati. Kalimati, tempat untuk mendirikan tenda terakhir sebelum melakukan Summit Attack menuju puncak mahameru. Kami berangkat dari Ranu Kumbolo pukul 12.00, dan sampai di Kalimati pukul 16.20, setelah melewati Oro Oro Ombo, Cemoro Kandang, Jambangan, hingga sampai Kalimati. Kami menggunakan strategi yang sama, yaitu Ando dan Bayu duluan untuk mendirikan tenda. Terimakasih kawan, wkwk. Lagi-lagi Ando dan Bayu yang mengambil Air di sumber air Kalimati, yang jaraknya lumayan jauh. Terimakasih lagi kawan, wkwk. Sedangkan kami yang tersisa asik foto-foto lalu menyiapkan makan sore sebelum tidur dan bangun lebih awal untuk Summit Attack. Kami tidur pukul 19.00 dan bangun pukul 22.00, lalu memasak air untuk minum-minuman hangat dan persiapan Summit Attack, dan berangkat tepat pukul 23.30. Pada kesempatan Summit Attack ini, kami berterimakasih pada Kris karena telah menjaga tenda kami. Menurut kami itu adalah keputusan yang baik mengingat jalur pendakian yang memang berat saat dari kalimati menuju puncak, dan jangan pernah menyesali keputusan tersebut. Seperti apa yang saya bilang ditengah perjalanan antara cemoro kandang dan jambangan, sebelum akhirnya saya yang membawa karriermu, mengutip dari perkataan senior saya di SMA, bang ayat (lu lagi bang),

“Yang terpenting bukan seberapa tinggi gunung yang didaki, tapi pelajaran apa yang bisa dibawa pulang setelahnya.”

Lagipula untuk sampai ke kalimati juga sudah sangat melelahkan, dan bukan hal sepele.

Ranu Kumbolo, dari Tanjakan Cinta
Oro-Oro Ombo

              Kami muncak hingga sangat lelah, sampai dipuncak pukul 6.20, hampir 7 jam berjalan naik, memang begitu nyatanya yang sering dibilang saat telah memasuki batas vegetasi di Semeru yang merupakan pasir-pasir,

“Naik tiga langkah, turun satu langkah.”

Ya, atau sejenisnya, saya dengar beda-beda. Yang jelas naiknya tidak efektif. Memang bisa dibilang lambat dibanding abang bogor yang berangkat pukul 01.00 dan sampai puncak pukul 5 lewat dikit lah.

Mahameru!

Karena di puncak sangat kencang anginnya, jadi kami hanya sebentar disana, iya sebentar menunggu Marissa dan Yoga yang kurang lebih setengah jam baru sampai setelah kami tunggu di puncak. Setelah foto-foto, kami segera turun, karena juga sudah agak siang dipuncak dan adanya larangan harus turun dari puncak pukul 9 atau 10. Dalam perjalanan turun, sebaliknya, untuk sampai ke tenda kami hanya butuh waktu satu jam setengah. Karena saat turun hanya tinggal merosot saja, mungkin bisa dilihat di youtube bagaimana rasanya menyenangkan saat turun dari mahameru. Saya, Ando, Nada, dan Bayu sudah sampai di tenda terlebih dahulu dan sudah masak-masak air untuk minuman rasa-rasa, ngobrol-ngobrol juga dengan abang-abang bogor yang tendanya sebelahan. Setelah minum habis, saya langsung tepar di tenda, dan tidur hampir satu jam sebelum akhirnya terbangun, benar-benar terbangun.

Saat mulai bangun saya ngelantur bertanya “Marissa sama Yoga udah balik?”, lalu Ando menjawab, “Belum, ini aku dari pintu pendakian puncak belum lihat mereka.” Sedangkan waktu sudah hampir menunjukkan pukul 12.00, padahal kami sampai tenda tadi jam 9.30. lalu aku bangun, meminta pendapat ke Ando juga apa kita susul saja kembali ke atas. Dan Akhirnya sepakat, Aku dan Ando naik lagi ke atas dengan membawa botol air berisi setengah botol 1,5lt dan tabung oksigen. Sedangkan Bayu mengambil Air sendiri di sumber air.

Jalur pendakian naik mulai sepi, karena memang ini sudah terlalu siang. Setiap berpapasan dengan pendaki, Ando selalu bertanya, “Mas, diatas lihat laki-laki gondrong pakai jaket oren dan berkacamata? Sama cewe satu juga pakai jaket oren?.” kebanyakan menjawab samar-samar, ada yang bilang lihat ada yang bilang tidak.

Sampai akhirnya kami melewati warung dagangan seperti biasanya di pos-pos sebelumnya. Lalu ada Mas-mas Gondrong dengan perawakan sedikit gemuk yang mungkin sudah bisa disebut bapak-bapak dari wajahnya sedang duduk menikmati makanan yang dijual disana, bapak gondrong tersebut bertanya kepada kami, “Loh masnya mau naik jam segini?”

“Ngga pak, mau cari teman kami daritadi turun belum sampai tenda.” Jawab kami.

“Laki sama cewe ya? Lakinya gondrong?”, jawab bapak itu.

“iya pak benar.”

“Iya ada dibelakang, jalannya pelan banget. Kayanya yang cewenya kecapean banget itu mas.”, jawab bapak gondrong.

“oiya pak kami susul keatas, terimakasih pak.”, perasaan kami jadi lebih lega. Setidaknya mereka sudah masuk daerah vegetasi. Sehingga tidak mungkin masuk ke daerah blank 75.

Setelah jalan naik lagi, saya bersama Ando akhirnya melihat kenampakan wajah Yoga. Dan kami berteriak, serta mereka mempercepat langkahnya menuju kami. Memang yang terlihat dari wajah Marissa begitu pucat kelelahan. Akhirnya Marissa diberi minum air yang kami bawa, karena air mereka sudah habis sejak masih baru turun dari puncak katanya. Air yang saya refill penuh di botol minum milik bayu di puncak tadi pagi.

“gua cari semangka dulu ya di warung tadi”, ucap saya dengan spontan.

Akhirnya saya turun dengan berlari ke tempat warung tadi. Tepat sekali bapak penjual sudah kemas-kemas ingin turun, lalu akhirnya saya membeli semangka dan minuman ion lalu kembali naik lagi ketempat mereka tadi. Belum lama saya naik, sudah bertemu dengan mereka yang mana ternyata Ando menggendong Marissa turun dengan cepat. Memang, kuli itu si Ando. Setelah bertemu, akhirnya Marissa makan semangka dan minum yang saya bawa, lalu kami turun lagi dengan Ando masih menggendong Marissa. Sempat berhenti sejenak untuk Ando mengambil nafas istirahat.

“Der, gantian ini kau gendong Marissa.”, kata Ando.

Aku hanya bisa berkata,”Aslilah.” hahaha.

Lalu Ando kembali menggendong Marissa dan bilang,”Berat kali kau Mar” hahaha.

Lalu tiba kami memasuki wilayah padang rumput di Kalimati, dan Marissa sudah jalan sendiri. Saat sampai tenda kami makan yang mana sudah dimasak oleh Kris dan Nada, lalu tidak lama setelah kami tiba Bayu dating membawa enam botol air di tasnya. Setelah istirahat, kami packing dan target langsung turun hari ini juga ke Ranupane. Semua sudah siap, Kami semua sudah fit kembali, termasuk Marissa yang kembali kuat. Lalu kami mulai perjalanan pukul 15.30 setelah Solat Ashar di Kalimati. Perjalanan berlangsung cepat dan hanya membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai di Ranu Kumbolo. Di Ranu Kumbolo kami solat Magrib dan masak air untuk ngopi sejenak, lalu menjalankan perjalanan lagi pukul 18.30. Karena jalan mulai gelap, dan sepi. Ada beberapa hal aneh yang kami alami. Kami berjalan dengan urutan dari depan ke belakang sebagai berikut, Bayu, Kris, Marissa, Yoga, Nada, Saya, dan Ando di belakang. Dalam perjalanan Ando sempat bilang bahwa ada yang meninarinya dari belakang dan membentuk bayangan tubuhnya. Padahal dibelakangnya tidak ada siapa-siapa, dan ternyata itu adalah pantulan cahaya dari depan. Bukan apa-apa ternyata. Aman.

Kepala kami selalu tertunduk mengamati jalan dengan pencahayaan yang ada dan beberapa kali melihat kedepan takut kepala terpentok pohon. Pendaki lain sudah mulai tidak terlihat mulai dari Pos 3. Tidak ada lagi salam, Misi mas, misi mba, semangat mas, semangat mba, dan lainnya. Kami sangat mengantuk malam itu di perjalanan, berhenti sedikit bahkan saya bisa ketiduran bersandar diatas Carrier. Diantara Pos 1 sampai Ranupane, kami merasa perjalanan sangat panjang dan tidak sampai-sampai. Saya sendiri juga ragu apakah ini jalur yang benar, karena rasanya seperti memutari bukit dan melewati jalan yang sama berulang kali, Bayu juga bingung karena cuma mengikuti jalur. Ando dan Yoga tetep kekeh bahwa terus saja ikuti jalur ini, jangan berbalik arah. Bayu bilang bahwa tadi dia seperti melihat lampu pendaki didepan, tapi kenapa setelah kita berjalan sangat cepat tanpa istirahat tidak sampai bertemu dengan pendaki tersebut. Mungkin pantulan cahaya saja dari serangga. Ditambah Marissa, dia berkata dengan penuh kesenangan.

“Nah itu didepan ada dua pendaki lagi Istirahat, coba Tanya.”, kata Marissa. Padahal samasekali tidak ada orang, dan dia pun kaget saat ternyata didekati disana tidak ada siapa-siapa. Dan sempat diam sejenak seperti takut dengan apa yang dia rasakan barusan. Singkat cerita kami sampai di Ranupane pukul 23.00 dengan semua pundak kami terasa sangat sakit. Setelah sampai kami Makan Bakso Malang yang ada di Ranupane, sungguh lezat kawan. lalu bebersih, solat, dan tidur. Saat besoknya, di Stasiun Pasarturi, Marissa bercerita bahwa dia benar-benar melihat dua pendaki saat malam itu, tapi dia bingung kenapa Bayu didepan lewat saja tanpa menyapa kedua pendaki tersebut, begitu juga dengan Kris yang biasanya selalu menyapa pendaki.Ternyata saat didekati tidak ada apa-apa. Disitu yang membuat dia merasa takut malam itu. Ya, mungkin efek ngantuk juga bisa, atau lapar, atau yang lain.

Mungkin sampai disini cerita panjang saya yang tidak terasa sudah mencapai 2700an kata. Sebenarnya yang menyelam sambil minum air itu bukan saya saja, tapi seluruh Tim Semeru GD16 ini kecuali Yoga. Katanya, dia disuruh orangtuanya untuk ngecat rumah, jadi gabisa ikut proyekan XD. Semoga bisa diambil pelajaran dari tulisan saya ini, Aamiin.

Praktikum Ilmu Ukur Tanah (IUT) Lo Belum Greget Kalo Belum Merasakan 9 Hal ini!

Theodolite bukan punya saya.

     Yow man, buat yang belum tau apa itu IUT ya gua jelasin dikit deh. IUT adalah singkatan dari Ilmu Ukur Tanah. Di Teknik Geodesi Undip sendiri, IUT adalah matkul dasar sebelum lanjut ke matkul ke-Geodesian lain yang lebih kompleks.(*halah). Gua sendiri masih semester dua di Teknik Geodesi Undip, dan sedang merasakan IUT 2 nih. Jadi kalau di Geodesi Undip ada IUT 1 dan IUT 2 bro sis. Selain di Geodesi, IUT juga dipelajari sama jurusan lain seperti Teknik Sipil, Teknik Geologi, Pertanahan, dll. Nah, disini gua mau cerita pengalaman gua yang masih sebutir lada bubuk nih tentang rasanya praktikum IUT. Dan udah gua rangkum menjadi sembilan poin dibawah ini. Ya biar ga lama lagi langsung ajalah, cekidot!

1. Di tanya Orang

     Kejadian yang pertama ini sebenernya belum ada gregetnya sih. Cuma, kadang suka kesel juga kalo keseringan. Di tanya orang ini dalam berbagai hal, tapi yang paling sering adalah ditanya arah jalan. “Mas, kalo arah ke Hukum lewat mana ya?” atau “Mas, kalo mau ke Kedokteran lewat mana ya?” ya gini lah contohnya. Hal ini sebenernya terjadi pas kita lagi ngukur di daerah pinggir jalan, ya serem juga kalo lagi ngukur daerah kebon-kebon tiba-tiba ada mas mas naik motor blusukan kedalem cuma untuk nanya arah aja. Dan kami sebagai orang-orang yang suka ngukur dipinggir jalan ini sebenernya juga kepengen ditanyain yang lain seperti “udah makan belum?” atau sekedar disemangatin “semangat mas ngukurnya”, atau bahkan langsung dibawain Bakso atau Mie ayam juga boleh sih. Ya, intinya tetep senang bisa membantu orang lain sambil melaksanakan tugas.

Sungguh mulia anak ini. setelah memberi tahu arah jalan, ia membantu sang bapak melewati portal.

2. Dikira Lagi Foto

    Pakai tripod, nerawang-nerawang lewat lubang ajaib, seakan-akan kami sedang memotret keindahan alam kampus. Ya , ga jarang kita dikira sedang memotret sebuah objek yang sukarela berdiri di seberang sana memegang penggaris raksasa. Kalo dari pengalaman gua pribadi sih, pas lagi ngukur depan Elektro tuh ada bocah lewat naik sepeda sambil gaya-gaya karena kepedean di foto. Ada juga mbak-mbak naik motor dengan gaya ‘piss’ nya. Ya, biar ga penasaran kalo mba-mba dan mas-mas penasaran dengan apa yang sedang kita intip mungkin boleh nanya atau izin ke kita gitu kalo juga kepengen ngintip *eh. Kisah nyata sih saat kelompok gua lagi ngukur profil melintang di depan RSND-FK Undip, pak satpam RSND kepo dan minta izin buat ngeliat di lubang bidik waterpas, dan setelah itu ia berkata “Oh jadi ini ya mas yang dilihat, jadi lebih gede banget ya keliatannya”, nggeh pak ☺

3. Koreksi Sampai Derajat

    Tentunya dalam pengukuran manusia, hasilnya tidak akan pernah sempurna. Tapi beberapa dari manusia kadang kebangetan dan hasilnya jelek parah wkwk. Ya ini pengalaman kelompok sendiri sih, jadi dari data yang kita ambil itu adalah data Sudut dan Jarak, karena ketidak sempurnaan manusia, maka dibuatlah rumus Koreksi sudut dan Jarak untuk memaklumkan kesalahan kami, namun jika kesalahan masih tidak memenuhi maksimal koreksi dari rumus tersebut ya bisa diukur ulang di lapangan atau …. .Nah, dari kelompok sendiri sih, waktu IUT 1 ngerasain kekonyolan hal ini, asisten lapangan kami sampai takjub mendengarnya tatkala kami memberitahu bahwa koreksi sudut kami adalah 39 Derajat.

4. Ngukur Berdua

     Dalam satu kelompok di IUT ini terdiri dari lima orang. Namun, kadang ada beberapa halangan rintangan membentang yang menjadi masalah dan menjadi beban pikiran. Sehingga tak ayal kadang bahkan saat praktikum kekurangan sumber daya manusia, dikarenakan teman sekelompok ada yang izin dengan alasan yang syar’i. Nah, ini yang baru kemarin ane rasain gan. Dimana saat kami ngukur Cuma berduaan, dan ini berasa capeknya gan. Harus nembak Situasi yang mana datanya lumayan banyak tapi Cuma berduaan. Centering berduaan,  membuat konsep titik yang harus di tembak juga berduaan, minum sebotol berdua, waduh romantic. Sayangnya sama cowo gan. ☹

5. Digigit Serangga

Itu ada bentolnya tapi masih ga greget.

     Sebenernya seru sih, ngukur sambil digigitin nyamuk. Trus bentol-bentol gitu, berasa banget praktikumnya (Praktikum di hutan – sta). Yang keren lagi kemarin nih yang kelompok ane rasain pas ngukur di trotoar FIB, ada semut rang-rang merah(entah itu namanya semut apaan). Semutnya gede, warna merah, gigitannya khan maen. Baru diriin statif(Tripod) eh udah naik-naik aja semutnya. Masuk ke celana, gigit betis, sampe punggung. Untung ga gigit cadangan masa depan. Jangan pernah ngeremehin hal begini nih, karena kata kating ane ada yang sampe DBD gara-gara digigit nyamuk pas ngukur.

6. Berdiri Ditengah Jalan Pegang Rambu Ukur

     Hal ini juga pasti temen-temen Geodesi Undip pernah ngerasain saat harus ngukur profil melintang di depan RSND. Tapi, hal ini kami lakuin juga karena jalan disana relative sepi. Kalo jalan rame ya ….. bikin jadi sepi. Meskipun jalanan sepi, tapi ada momen greget tersendiri saat berdiri ditengah jalan. Kadang kita gamau minggir saat yang lewat itu Cuma motor, ya biarin aja kan jalanan luas ye tong wkwk. Kecuali kalo motor yang lewat itu lagi pada turing.

7. Nembak Sesuatu Yang Lain

     Ini ga lucu men. Jujur sih kalo dari angkatan gua belum pernah ngerasain hal ini. Namun, katanya eh katanya ada beberapa kating yang merasakan hal yang kurang mnyenangkan saat praktikum. Dari kating pernah diceritain sih saat ngukur di daerah FK, karena itu udah mau magrib juga katanya dikejar deadline dan mereka masih membidik. Nah, disaat itu ada yang aneh di sebelah si pemegang rambu ukur gan. Sontak yang melihat hal aneh ini langsung lari gan. Dan cerita kedua yaitu disaat ngukur di belakang gedung rektorat lama, yang mana belakangnya adalah kebon-kebon gan. Saat membidik rambu ukur, sang pembidik ini melihat titik merah seperti mata di sebelah rambu ukur itu gan, dan disaat diperjelas fokusnya ya … . sang pembidik langsung berkata kepada anggota kelompoknya “ayo pulang, udah selesai.” Padahal belum selesai. Nah cerita-cerita ini ada yang ane denger dari orang-orang ada juga yang ane denger langsung dari narasumber yang ngalamin nya sih gan. Mungkin agan agan ada yang pernah ngalamin boleh cerita di komen.

8. Gabawa Payung

Akibat lupa membawa payung.

     Bagi kami, payung adalah pelindung alat. Saat terik maupun rintik-rintik, prioritas kami adalah melindungi alat. Karena kami pakai topi hahahaha. Receh sumps. Ya, karena da beberapa hal yang kurang baik jika berkontak langsung dengan alat, karena itu kami melindungi alat segenap jiwa dan raga (lebay lu tong)

9. Kehilangan Patok

Patok nomaden yang sedang dipegang mas-mas yang lagi merem.

     Mungkin teman-teman bisa melewati hal sedih ini jika tidak kuat membacanya. Suatu hari, ada anak yang mengukur suatu daerah. Ternyata koreksinya besar dan mengharuskan anak itu mengukur ulang. Namun, saat anak-anak malang itu ingin mengukur ulang ternyata patoknya hilang. Mohon bersabar, ini ujian. Sebenarnya kembali kepada pembelajaran pemasangan patok, kadang kami meremehkan hal yang menyebutkan bahwa patok harus kuat dan tidak mudah bergeser/hilang. Ya, hal ini tidak jarang terjadi. Bahkan ada tempat-tempat langganan yang patoknya sering hilang. Buat teman-teman yang kehilangan patok saat ngukur dan ngejar deadline namun selesai tepat waktu, yu are the real MVP. *nangis.

     Nah, sekian mungkin tulisan kurang berfaedah diatas. Dimana tulisan diatas mungkin kurang mengandung nilai pragmatis. Namun, sebagai penulis yang sedang gabut ini saya tetap punya harapan kepada para pembaca sih. Semoga terhibur ☺☺

     Kalo ada yang mau nambahin pengalamannya mungkin bisa komen-komen di bawah yak! Thanks!